Jakarta -
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) berencana melakukan aksi korporasi dengan membeli kembali (buy back) saham perusahaan. Tujuannya untuk mendorong kembalu harga saham perusahaan.
Manajemen menilai harga saham SRTG di pasar modal tidak mencerminkan harga wajar perusahaan. Sehingga aksi korporasi itu perlu dilakukan.
Selain itu, aksi buy back saham itu juga dilakukan demi menjaga investasi jangka panjang karyawannya. Sebab perusahaan besutan Sandiaga Uno itu memiliki program memberikan saham perusahaan untuk karyawannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut berita selengkapnya:
Setelah pengumuman KPU pada 21 Mei, saham SRTG terpantau turun 3,08% ke posisi Rp 3.780. Kemarin saham SRTG terpantau berakhir di level yang sama.
Direktur Keuangan SRTG Lany Djuwita Wong mengatakan, ada dua alasan perusahaan melakukan buy back saham. Pertama untuk menjaga investasi jangka panjang karyawannya.
"Sebab kami membagikan saham ke karyawan sebagai program rencana investasi mereka jangka panjang," tuturnya di Gedubg Cyber 2, Jakarta.
Alasan kedua, langkah buy back saham dilakukan untuk menjaga nilai saham perusahaan yang terus turun. Belakangan saham SRTG memang terpantau turun dan dianggap perusahaan dibawah nilai wajar.
"Program buy back dilakukan untuk menjaga stabilitas harga saham perseroan," tambahnya.
Dalam RUPS hari ini, manajemen telah mendapatkan persetujuan untuk melakukan buy back saham. Perusahaan investasi yang didirikan Sandiaga Uno ini menyiapkan dana Rp 110 miliar untuk membeli kembali 20 juta lembar saham.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengumumkan hasiil Pilpres 2019. Hasilnya paslon Jokowi-Ma'ruf Amin mengungguli Prabowo-Sandi.
Menanggapi hal itu, manajemen PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) menegaskan, kekalahan Sandiaga Uno tak ada pengaruhnya terhadap perusahaan. Meskipun statusnya kini sebagai pemegang saham.
"Tidak ada pengaruh, dari salah satu pemegang saham kita yang aktif. Memang Pak Sandi pemilik dari sekian banyak pemilik dari Sartoga Tbk," ujar kata Direktur Investasi SRTG Devin Wirawan.
Devin menegaskan, SRTG dikelola secara profesional dan tak terpengaruh politik. Dia juga menekankan bahwa Sandi sejak terjun ke politim tak lagi berkecimpung mengurusi perusahaan.
"Untuk pemegang saham yang dimaksud itu sejak dia aktif di bidang politik itu sudah tidak ikut serta dalam manajemen Saratoga," tambahnya.
Selama masa pemilu Saratoga memang cenderung menahan diri untuk melakukan investasi yang menjadi bidang bisnis perusahaan. Setelah Pemilu usai perusahaan berencana untuk mendorong bisnisnya.
PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) pada 2018 menderita kerugian Rp 6,2 triliun. Catatan itu berbanding terbalik dengan 2017 perusahaan mampu meraup laba bersih Rp 3,27 triliun.
Kerugian perusahaan disebabkan adanya kerugian bersih atas investasi pada efek ekuitas atau saham sebesar Rp 7,25 triliun. Pada 2017 di pos itu SRTG meraup keuntungan Rp 2,35 triliun.
Direktur Keuangan SRTG Lany Djuwita Wong mengatakan, sebagai perusahaan investasi, laporan keuangan SRTG mengikuti pedoman PSAK 65 yang perhitungannya mengharuskan pencatatan portofolio saham.
"Sehingga kita mengalami kerugian itu secara buku, bukan terealisasi," ujarnya di Gedung Cyber 2, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Padahal, lanjut Lany, tahun lalu SRTG mampu mengantongi penghasilan dividen sebesar Rp 900 miliar dari perusahaan yang diinvestasikannya. Dividen itu berasal dari PT Adaro Energy Tbk sebesar Rp 483 miliar, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk Rp 251 miliar dan PT Provident Argo Tbk Rp 117 miliar, serta investee lainnya.
Namun kedua perusahaan yang memberikan dividen besar itu menjadi penyebab kerugian perusahaan di 2018. Sebab saham TBIG dan ADRO mengalami penurunan harga pasar di 2018.
"Kalau dilihat pendapatan dividen kami Rp 900 miliar itu terbesar sejak mencatatkan saham di pasar modal," tambahnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman