Iuran Peserta Seret Bikin BPJS Kesehatan Nunggak Rp 9 T

Iuran Peserta Seret Bikin BPJS Kesehatan Nunggak Rp 9 T

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 29 Mei 2019 03:01 WIB
Iuran Peserta Seret Bikin BPJS Kesehatan Nunggak Rp 9 T
Jakarta - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyelesaikan PR-nya untuk mengaudit BPJS Kesehatan. Hasilnya masih tercatat ada gagal bayar atau tunggakan sebesar Rp 9,1 triliun dari BPJS Kesehatan di 2018.

BPKP juga menemukan adanya permasalahan dari sisi pendataan peserta. Salah satunya 10 juta data NIK yang ternyata digunakan lebih dari satu orang.

Dari sisi BPJS Kesehatan sendiri merasa salah satu yang membuat mereka tekor adalah iuran yang dianggap tidak sesuai dengan pembiayaan kesehatan secara aktual. Selain itu masih banyak peserta yang nunggak iuran.

1. BPJS Kesehatan Keluhkan Besaran Iuran

Foto: Ilustrasi Mindra Purnomo
Dari pihak BPJS Kesehatan sendiri melihat salah satu permasalahannya adalah besaran iuran yang belum sesuai dengan perhitungan aktuaria. Besaran iuran saat ini dirasa tidak sesuai dengan perhitungan biaya kesehatan aktual saat ini.

Kepala Humas BPJS M Iqbal Anas Ma'ruf mengakui memang saat ini kolektabilitas peserta masih rendah. Tapi andaikan kolektabilitas iuran mencapai 100% perhitungan mereka masih akan tetap terjadi defisit.

"Pertama permasalahan terbesar dari program jaminan sosial ini soal penetapan iuran. Pak Dirut sudah sampaikan andaikan saja hari ini 100% peserta JKN membayar seluruhnya maka tetap terjadi defisit. Jadi kerangkanya kan memang dari perhitungan aktuaria kan belum sesuai," tuturnya kepada detikFinance.

Iqbal melanjutkan, pemerintah terakhir kali mengubah iuran peserta BPJS pada 2016. Perubahan itu ditetapkan melalui Perpres Nomor 19 Tahun 2016.

"Sebetulnya kita sudah menjalankan program ini sudah masuk tahun ke-6, artinya utilisasi data untuk membuat setting iuran dengan aktuaria sudah matang sebetulnya," tambahnya.

BPJS Kesehatan sendiri mencatat setiap tahunnya ada peningkatan pembiayaan. Pada 2017 jumlah pembiayaan mencapai Rp 84 triliun, lalu di 2018 naik menjadi Rp 94 triliun.

Peningkatan pembiayaan terjadi lantaran memang biaya kesehatan yang meningkat. Selain itu penambahan jumlah peserta juga berpengaruh. Apalagi tidak dibarengi dengan penyesuaian iuran.

Menurut Iqbal angka iuran yang sesuai dengan perhitungan aktuaria Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang sesuai hanya premi peserta mandiri kelas 1 sebesar Rp 80 ribu. Sisanya menurut dia belum di bawah hitungan aktuaria.

"Contoh untuk kelas PBI saja dari aktuaria Rp 36 ribu, sekarang baru ditetapkan Rp 23 ribu. Kalau yang mandiri kelas 1 sesuai. Untuk kelas 2 sekarang Rp 50 ribu, itu harusnya Rp 63 ribu idealnya. Lalu untuk kelas 3 ditetapkan Rp 22.500, idealnya itu Rp 53 ribu," kata Iqbal

BPJS Kesehatan juga mencatat adanya defisit dari iuran terhadap biaya manfaat per jiwanya yang terus meningkat. Di 2016 terjadi defisit sekitar Rp 2.500 per jiwa, lalu di 2017 defisit Rp Rp 5.000 per jiwa dan 2018 defisit Rp 10 ribu per jiwa.

"Itu kan tinggal dikalikan saja dengan jumlah pesertanya. Ada margin selisih antara iuran per jiwa dengan biaya," tuturnya.

2. Masih Banyak Peserta yang Mangkir Bayar Iuran

Foto: Nadia Permatasari
Iqbal menjelaskan dari sisi tunggakan peserta paling besar di peserta mandiri. Menurut data BPKP kolektabilitas iuran di peserta mandiri hanya 53%.

"Artinya dari 100 orang yang rajin bayar hanya 53 orang," ujarnya.

Iqbal menjelaskan jumlah peserta di segmen mandiri mencapai sekitar 36 juta orang. Jika dihitung maka peserta yang rajin membayar hanya sekitar 19 juta peserta yang taat membayar iuran. Sementara mereka mencakup 61% dari total kolektabilitas BPJS Kesehatan.

"Tapi kita tidak bisa parsialkan ya kalau peserta PBI untung dan mandiri rugi. Tidak bisa," tambahnya.

Meski begitu, Iqbal mengakui bahwa tunggakan peserta menjadi salah satu penyebab tekornya BPJS Kesehatan. Faktornya lantaran belum adanya sanksi yang tegas guna mendorong peserta membayar iurannya.

"Kan sekarang mereka bisa contoh, peserta sakit tapi ternyata kartunya tidak aktif karena dia menunggak. Nah dia bisa bayar tunggakan dan dendanya kemudian kartunya sudah bisa digunakan lagi. Setelah dia sembuh tidak tidak bayar lagi," terangnya.

BPJS Kesehatan berharap pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait sanksi bagi para peserta yang tidak taat membayar iuran.

3. Saran Sri Mulyani Agar BPJS Kesehatan Tak Lagi Tekor

Foto: detik
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi pekerjaan rumah (PR) kepada BPJS Kesehatan agar bisa keluar dari masalah tunggakan. PR itu tidak terlepas dari hasil audit BPKP yang baru saja dirilis dalam rapat hingga dini hari di Komisi IX DPR, Senin (27/5/2019).

"Ada beberapa hal yang menjadi PR kita bersama memperbaiki program BPJS Kesehatan dan jaminan kesehatan nasional agar supaya bisa sustainable juga lebih akuntabel," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

Hasil temuan BPKP, kata Sri Mulyani yang harus segera diselesaikan adalah data peserta. Pasalnya, masih didapat data peserta ganda. Kedua, setiap tagihan BPJS harus dicatat atau dibukukan dengan baik.

"BPJS menyampaikan di dalam pembukuannya, mereka hanya mempertimbangkan tagihannya yang bersifat sebulan yang disebut current sedangkan di atas sebulan dia dianggap tidak charge," ujar Sri Mulyani.

Selanjutnya, menyelesaikan masalah klasifikasi rumah sakit. Lalu, mengenai kategori penyakit dan manfaat yang didapat oleh peserta dalam hal ini masyarakat.

"Jadi tentu kita mendukung sepenuhnya perbaikan dari jaminan kesehatan ini akan lebih bisa dijalankan dengan baik sehingga tidak menimbulkan efek negatif kepada rumah sakit, pekerja medical, dunia farmasi," kata Sri Mulyani.

"Namun juga masyarakat bisa mendapatkan jaminan kesehatan yang kompatibel. Ini menjadi kunci sangat penting dari temuan BPKP maupun rapat kerja dengan komisi IX kemarin," sambung Sri Mulyani.
Halaman 2 dari 4
(das/dna)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads