Ada sejumlah faktor yang menyebabkan perubahan rating kredit tersebut. Selain itu juga ada dampak positif yang akan didapatkan Indonesia dengan predikat investment grade ini.
Berikut berita selengkapnya:
Jokowi Menang Peringkat Naik
Foto: detik
|
"Hasil resmi menunjukkan bahwa pemilu Indonesia baru-baru ini telah memberikan Presiden Widodo mandat baru, meskipun penantang Prabowo Subianto terus membantah hasilnya," demikian bunyi kutipan rilis S&P yang dilansir Jumat (31/5/2019).
S&P juga memperhatikan proses pengaduan pihak Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu munculnya kerusuhan atas hasil pengumuman KPU juga tak luput menjadi pertimbangan S&P.
Namun lembaga pemerintah itu berharap gesekan yang terjadi tidak berdampak panjang. Perekonomian RI juga diharapkan tak terpengaruh dari panasnya tensi politik.
"Sementara pemerintah Widodo menerapkan langkah-langkah kebijakan menjelang pemilihan untuk mendukung daya beli dan konsumsi, kami percaya ini bersifat sementara, dan terus berharap momentum reformasi akan meningkat begitu pemerintah baru ada," kata S&P.
S&P juga menilai Indonesia menunjukan peningkatan selama 5 tahun terakhir dalam berbagai bidang. Dengan kemenangan Jokowi, dipercaya upaya untuk meningkatkan capaian itu akan berlanjut.
Risiko Bisnis Rendah
Foto: detik
|
"Jelas dampaknya positif untuk iklim investasi dan bisnis di Indonesia karena risiko berbisnisnya jadi lebih rendah, sehingga wajar status Indonesia saat ini menjadi layak investasi," kata Fajar saat dihubungi detikFinance, Sabtu (1/6/2019).
Peringkat tersebut diharapkan dapat mendorong kinerja perekonomian Indonesia, khususnya terkait dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja dan mengurangi ketimpangan serta kemiskinan di Indonesia.
Fajar menyampaikan peningkatan profil kredit Indonesia jadi BBB dari BBB- ini dilatarbelakangi oleh fundamental ekonomi Indonesia yang cukup kokoh.
Jika ditelaah lebih lanjut, memang hal ini merupakan kerja keras dan kinerja positif dari seluruh pelaku ekonomi di Indonesia, khususnya pemerintah dan mulai terlihat di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan terpilihnya kembali Jokowi sebagai Presiden. Ya mungkin ada pengaruhnya sedikit, jika dilihat kesinambungan program atau kebijakan ekonomi yang diperkirakan tidak akan banyak berubah," tutur Fajar.
Keterangan S&P menyebutkan jika proses pemilu di Indonesia saat ini berjalan lancar. Perekonomian Indonesia diharapkan tak terpengaruh dengan panasnya tensi politik.
S&P juga menilai Indonesia menunjukkan peningkatan selama 5 tahun terakhir dalam berbagai bidang. Dengan menangnya petahana sebagai Presiden maka diharapkan capaian yang ada bisa berlanjut.
Ekonom CORE Piter Abdullah menjelaskan peringkat investasi utamanya didasarkan kepada hasil penilaian lembaga pemeringkat terhadap faktor-faktor yang terkait potensi dan risiko dari sebuah negara.
"Utamanya potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta risiko-risiko yang bisa membahayakan kelangsungan pertumbuhan tersebut," kata Piter kepada detikFinance, Sabtu (1/6/2019).
Dia menyampaikan, kenaikan peringkat rating Indonesia menjadi BBB yang diberikan oleh S&P didasarkan kepada dua hal tersebut. Menurut dia potensi pertumbuhan diantaranya didukung oleh pembangunan infrastruktur di Indonesia yang dilakukan secara masif selama 4 tahun terakhir.
Dorong Modal Asing Masuk
Foto: detik
|
"Kalau dari reputasi iya (investasi), kalau capital inflow iya," kata Sri Mulyani di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Sabtu (1/6/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengaku untuk menarik investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) dibutuhkan kebijakan yang lebih mengakomodasi dari seluruh sektor.
"FDI membutuhkan policy yang jauh lebih ambisius lagi. Seperti yang disampaikan presiden, kita membuat simplifikasi dari regulasi kita juga ingin memperbaiki iklim investasi kita," ujar dia.
Menurut Sri Mulyani, banyak tantangan yang harus diselesaikan oleh pemerintah agar investasi masuk ke Indonesia semakin moncer.
"Ini merupakan suatu tantangan. Faktor-faktor seperti infra, SDM, produktifitas mereka dan regulasi yang tidak berbelit, serta korupsi menjadi suatu yang harus terus kita perangi," jelas dia.
Halaman 2 dari 4