Dari sisi pendapatan usaha AirAsia Indonesia sebenarnya naik cukup signifikan. Tercatat pendapatan usaha naik 58% dari Rp 843 miliar menjadi Rp 1,33 triliun.
"Revenue naik sebesar 58% melonjak (jadi) Rp 1,3 triliun. Tentunya dari sisi EBITDA kami mengalami perbaikan," kata Direktur Utama AirAsia Indonesia Dendy Kurniawan di Hotel GranDhika Iskandarsyah, Jakarta, Senin (24/6/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sayangnya, beban usaha perusahaan juga ikut meningkat. Beban usaha tercatat naik dari Rp 1,12 triliun menjadi Rp 1,4 triliun.
Kenaikan beban usaha itu didorong paling besar dari bahan bakar. Biaya bahan bakar AirAsia Indonesia di kuartal I-2019 naik dari Rp 361,3 miliar di periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 576,5 miliar.
Meski begitu dari sisi rugi usaha sudah membaik. Pada kuartal I-2018 rugi usaha perusahaan sebesar Rp 273 miliar, sedangkan di kuartal I-2019 menjadi Rp 79,38 miliar. Perbaikan itu diakui Dendy sebagai imbas dari efisiensi.
"Kunci dari efisiensi AirAsia adalah kami selalu meningkatkan efisiensi dibuktikan dari tingginya utilisasi pesawat 12,2 jam per pesawat per hari. Tentunya ini akan membantu biaya pesawat kami karena pesawat sewa dipakai atau tidak dipakai tetap harus bayarnya sama," tambahnya.
Baca juga: AirAsia Borong 200 Mesin Pesawat Rp 335 T |
Selain itu, perbaikan usaha perusahaan juga ditopang dari kenakan penumpang. Pada kuartal I-2019 load factor AirAsia Indonesia mencapai 87%.
"Biasanya kuartal I-2019 masa low season. Tahun lalu hanya 81%," ucap Dendy.
Untuk rugi bersih sebenarnya juga lebih baik. Pada kuartal I-2018 AirAsia Indonesia mengalami rugi bersih Rp 218,66 miliar. Pada kuartal I-2019 rugi bersih itu menyusut menjadi Rp 93,79 miliar.