Atas hal itu, OJK meminta meminta manajemen Garuda Indonesia untuk menyajikan kembali laporan keuangan 2018 paling lambat 14 hari setelah pengumuman. BEI pun melakukan hal yang sama atas laporan keuangan kuartal I-2019.
Jika laporan keuangan yang sudah tersebar selama ini dianggap salah, lalu mengapa saham Garuda Indonesia di pasar modal tidak dibekukan? Padahal laporan keuangan menjadi salah satu acuan investor membeli saham.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setia menerangkan, dengan diputuskannya permintaan untuk memperbaiki dan menyajikan kembali laporan keuangan, hal itu memperjelas akan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.
"Menurut kami hal tersebut akan memperjelas tindakan yang wajib dilakukan oleh manajemen Perseroan atas laporan keuangan dimaksud, untuk memastikan laporan keuangan perseroan disajikan secara andal dan sesuai dengan Peraturan terkait dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku," ujarnya kepada awak media, Jakarta, Jumat (28/6/2019).
Berdasarkan hal itu, menurut BEI selaku wasit pasar modal, kondisi saat ini belum perlu melakukan suspensi perdagangan saham GIAA saat ini.
"Selanjutnya, Bursa akan senantiasa memantau pergerakan harga saham dan keterbukaan informasi Perseroan serta melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan yang berlaku," tutupnya.
Sebelumnya pada 24 April 2019 muncul dugaan kejanggalan pada laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018. Hal ini membuat Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil tindakan.
Garuda Indonesia sebelumnya menjalin kerja sama dengan PT Mahata Aero Terknologi. Kerja sama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 2,98 triliun.
Dana itu masih bersifat piutang tapi sudah diakui oleh Manajemen Garuda Indonesia sebagai pendapatan. Alhasil, pada 2018 secara mengejutkan BUMN maskapai itu meraih laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000).
Kejanggalan ini terendus oleh dua komisaris Garuda. Sehingga keduanya enggan menandatangani laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.
Kedua komisaris itu merasa keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan Citilink Indonesia. Pengakuan itu dianggap tidak sesuai dengan kaidah pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) nomor 23.
Namun sayang ketika RUPS 24 April 2019, Garuda mengurangi jumlah komisaris. Sehingga Dony Oskaria dicopot dari jabatannya
(das/hns)