Laba tersebut ditopang salah satunya oleh kerja sama antara Garuda dan PT Mahata Aero Terknologi. Kerja sama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 2,98 triliun.
Dana itu masih bersifat piutang tapi sudah diakui sebagai pendapatan. Alhasil, perusahaan sebelumnya merugi kemudian mencetak laba.
Kejanggalan ini terendus oleh dua komisaris Garuda Indonesia. Keduanya yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria yang enggan menandatangani laporan keuangan 2018.
Kejadian tersebut jadi awal mula kisruh di Garuda Indonesia.
![]() |
(eds/hns)