Jakarta -
Akhirnya BUMN punya dompet digital berbasis QR code yang diberi nama LinkAja. LinkAja merupakan aplikasi hasil migrasi dari sejumlah uang elektronik milik BUMN seperti Mandiri E-cash, T-money, T-CASH, T-bank dan UnikQu.
Sempat direncanakan meluncur pada awal April 2019, LinkAja berkali-kali mundur peluncurannya akibat alasan yang tak menentu. Kini LinkAja diluncurkan dan siap bersaing dengan Go-Pay dan OVO.
Tapi apakah benar, dompet digital berdarah BUMN itu bisa bersaing dengan dua dompet digital raksasa itu?
Layanan uang elektronik bentukan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), LinkAja akhirnya resmi meluncur. LinkAja siap jadi pesaing uang elektronik lainnya seperti Go-Pay dan OVO.
Peluncuran LinkAja berlangsung di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta, Minggu malam (30/6/2019). Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) hadir dan meresmikan uang elektronik perusahaan pelat merah ini.
Peresmian ini ditandai dengan penekanan QR code oleh JK. Selain JK, hadir juga Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
LinkAja sebenarnya sudah dirilis pada Maret lalu. Peluncurannya sempat direncanakan pada 13 April yang kemudian mundur ke tanggal 21 April dan molor lagi ke tanggal 5 Mei lalu. Kemudian mundur dan direncanakan launching pada 22 Mei.
Lagi-lagi peluncuran tak sesuai rencana dan mundur lagi ke tanggal 23 Juni. Hingga akhirnya direncanakan launching 30 Juni 2019 dan terealisasi.
Perusahaan pembayaran digital berbau plat merah, LinkAja telah resmi berdiri. Sistem pembayaran berbasis QR code ini merupakan besutan dari beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Jika dilihat di belakang LinkAja, terdapat BUMN-BUMN besar. Namun apakah bisa LinkAja menyaingi OVO dan Go-Pay yang sudah merajai pasar lebih dulu?
Menurut Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah adanya segerombolan BUMN di belakang LinkAja belum jaminan bisa mengalahkan OVO dan Go-Pay. Bahkan dia tidak yakin LinkAja menyalip dua dompet digital itu.
"Saya perkirakan sulit ya LinkAja untuk menyaingi Go-Pay dan OVO. Ada dua faktor yg saya perkirakan berpengaruh yaitu dana promosi dan ketersediaan ekosistem," ujarnya kepada detikFinance.
Memang dari sisi pendanaan Go-Pay dan OVO memiliki amunisi melimpah. Dengan sangat mudah mereka bisa 'bakar uang' untuk kegiatan promosi, seperti gimmick cashback dan lainnya.
"Dalam hal dana promosi Go-Pay dan OVO didukung oleh dana promosi atau istilahnya bakar uang yang sangat besar," ucapnya.
Istilah bakar uang memang melekat dalam industri pembayaran digital yang masih belia. Jika ingin merajai pasar, modal berperan penting.
Sementara LinkAja yang justru didukung banyak BUMN malah terbilanh sulit. BUMN tidak bisa dengan mudahnya bakar uang untuk LinkAja, sebab uang yang beredar diawasi negara.
"BUMN yang penggunaan uangnya sangat ketat. Dalam hal ekosistem. Go-Pay dan OVO sudah memiliki ekosistem yang jauh lebih luas dari pada yang dimiliki LinkAja," tambahnya.
Dari dua faktor itu saja, modal dan ekosistem, LinkAja sudah tertinggal jauh. Menurut Piter jika dua hal itu tidak bisa terpenuhi, maka sangat kecil kemungkinan LinkAja menyalip OVO dan Go-Pay.
"Selama dua faktor ini tidak ada perubahan saya yakin LinkAja tidak akan menjadi pesaing yang sepadan bagi Go-Pay dan OVO," tutupnya.
LinkAja, sistem pembayaran milik para BUMN diragukan bisa menyaingi Go-Pay dan OVO. Lantas apa yang harus dilakukan terhadap LinkAja?
Menurut Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE) Piter Abdullah, untuk bisa merajai pasar dompet digital dibutuhkan dana yang besar. Sebab istilah bakar duit seakan wajib dilakukan bagi perusahaan dompet digital.
"Namanya bakar uang, nggak pakai hitung berapa. Yang jelas (dibutuhkan) sangat banyak," ujarnya kepada detikFinance, Selasa (2/7/2019).
LinkAja sendiri merupakan besutan dari banyak BUMN. Sementara BUMN tidak bisa seenaknya bakar uang untuk LinkAja, sebab uang yang beredar diawasi negara.
LinkAja yang lahir dari 'rahim' para BUMN juga tidak mudah begitu saja membuka peluang masuknya investor besar. Jadi sulit bagi LinkAja untuk mendapatkan amunisi yang banyak untuk menyaingi OVO dan Go-Pay.
"LinkAja kalaupun jadi terbuka masih akan tetap sulit. Ketentuan BUMN membuat semuanya tidak mudah," tambahnya.
Dengan kendala itu, menurut Piter, LinkAja tidak perlu memaksakan diri menyaingi OVO dan Go-Pay. Cukup posisikan diri di industri ini sebagai pelengkap dan pesaing para raksasa dompet digital itu.
"Saya kira LinkAja tetap kita butuhkan melengkapi Go-Pay dan OVO. LinkAja punya pasarnya sendiri. LinkAja tidak perlu kita paksa untuk bersaing apalagi memenangkan persaingan dengan Go-Pay dan OVO. LinkAja exist itu sudah bagus," tutupnya.
Meskipun, Piter menegaskan hal itu bukan dalam artian negatif. LinkAja harus menyiapkan strategi untuk menggarap pasar di luar yang dikuasai OVO dan Go-Pay. Seperti misalnya pangsa pasar dari BUMN-BUMN pemegang saham.
"Linkaja bisa memainkan strategi yang tidak terlalu agresif dengan memanfaatkan captive market yang sudag mereka punya. Masyarakat yang harus paham dan tidak kemudian berekspektasi atau mengharuskan LinkAja menjadi market leader," tutupnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman
Simak Video "Tak Hanya Online, OVO Juga Hadirkan 8 Juta Titik Top Up Saldo Offline"
[Gambas:Video 20detik]