Soal Isu PHK Karyawan, Bos Krakatau Steel: Ada Pemelintiran Informasi

Soal Isu PHK Karyawan, Bos Krakatau Steel: Ada Pemelintiran Informasi

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 03 Jul 2019 10:03 WIB
Foto: dok. Krakatau Steel
Jakarta - Salah satu badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di industri baja, PT Krakatau Steel saat ini sedang diterpa isu pemutusan hubungan kerja (PHK) 1.300 karyawan. Pejabat Krakatau Steel menyebutkan jika tidak ada PHK tersebut dan saat ini perusahaan sedang menyelamatkan diri dari kerugian.

Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim menjelaskan saat ini perusahaan sedang melakukan restrukturisasi. Hal ini dilakukan demi mengurangi kerugian yang sudah dialami oleh perusahaan selama tujuh tahun berturut-turut.

"Iya (restrukturisasi), jadi memang kita tidak perpanjang kontrak pegawai outsourcing. Ada misslead dalam proses itu, ada pemelintiran informasi," kata Silmy saat berbincang dengan detikFinance, Senin (1/7/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menambahkan, memang ada surat terkait informasi restrukturisasi yang akan dilakukan oleh perusahaan. Namun dalam poin surat tersebut tak ada kalimat yang menyatakan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan.

Restrukturisasi yang Silmy lakukan untuk Krakatau Steel mencakup restrukturisasi organisasi, restrukturisasi utang dan restrukturisasi bisnis. "Ini sudah tidak bisa ditawar, tujuh tahun berturut-turut rugi. Judulnya tetap rugi, ini harus dilakukan sesuatu, nggak bisa kita diam-diam saja," jelas dia.


Silmy mengungkapkan sebagai pimpinan perusahaan, dirinya mengambil keputusan yang sudah dipertimbangkan dengan masalah-masalah yang ada selama ini. Dalam menentukan kebijakan, dia berupaya untuk memutuskan agar risikonya rendah dan bisa menyelesaikan persoalan.

"Ketika rugi itu tujuh tahun berturut-turut berarti ada persoalan yang belum selesai ya kan? Nah ini bagian dari menyelesaikan persoalan," ujarnya.

Hingga saat ini Silmy mengaku belum ada rencana untuk melakukan PHK karyawannya. Saat ini perseroan memiliki program cost to profit center. Yakni mengoptimalisasi karyawan di induk usaha, yakni dengan menempatkan karyawan-karyawan di perusahaan anak dan perusahaan cucu.


"Karena saya perlu industri baja yang efisien, ini tak bisa dihindari. Bahkan pelaku bisnis baja di Jepang dan Korea mereka sudah memprediksi China akan sangat kompetitif. Kalau tidak berubah maka akan tersisih dan kalah. Seperti British Steel dia sudah bangkrut, kalah dan sudah stuck dia, sudah mau mati," imbuh dia.

Menurut Silmy, restrukturisasi ini memang harus dilakukan, dalam proses optimalisasi karyawan ada pegawai outsourcing yang tidak diperpanjang."Ada outsourcing yang tidak kita perpanjang karena kontraknya habis," jelas dia.


(kil/zlf)

Hide Ads