Ini Dampak Terburuk Insiden Kebocoran Gas di Blok ONWJ

Ini Dampak Terburuk Insiden Kebocoran Gas di Blok ONWJ

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 22 Jul 2019 07:52 WIB
Ini Dampak Terburuk Insiden Kebocoran Gas di Blok ONWJ
Foto: PT Pertamina Hulu Energi
Jakarta - Terjadi insiden kebocoran yang menimbulkan gelembung di lapangan migas YYA, Blok Offshore North West Java (ONWJ). Sejak awal kejadian pada 12 Juli 2019, insiden itu masih berlangsung hingga saat ini.

PT Pertamina (Persero) selaku pemilik blok tersebut dan pihak lainnya seperti Kemenhub tengah berupaya mengatasi kejadian tersebut.

Jika insiden itu tak kunjung bisa diatasi, lalu seperti apa dampak terburuknya?

Kondisi munculnya gelembung gas yang muncul di sekitar anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) masih berlangsung. PT Pertamina (Persero) sebagai pengelola pun tengah mengerahkan sumber daya terbaiknya untuk menangani peristiwa tersebut.

Pertamina sebelumnya telah mengirimkan tim tanggap darurat. Kemudian dilanjutkan dengan pengerahan sebanyak 7 tim ahli yang berasal dari berbagai sektor. Tim-tim tersebut dilengkapi dengan lebih dari 20 kapal dan berbagai peralatan yang mendukung seperti oil boom dan puluhan drum dispersant.

VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman menjelaskan, pengerahan tim tersebut merupakan bagian dari upaya penanganan gelembung gas yang terjadi di anjungan tersebut.

"Kami terus melakukan upaya terbaik untuk penanganan di lokasi dengan tetap mengutamakan aspek keselamatan. Kami terus berkordinasi dengan pihak terkait seperti SKK Migas, Ditjen Migas, KLHK, KKKS serta pihak lainnya," ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (21/7/2019).

Kejadian ini sendiri terjadi di anjungan yang terletak sekitar 2 km dari pantai Utara Jawa, Karawang, Jawa Barat. PHE ONWJ pun telah mengaktifkan Incident Management Team (IMT) untuk menanggulangi kejadian tersebut.

Perusahaan menegaskan, prioritas utama yang telah dilakukan adalah memastikan keselamatan karyawan yang bekerja sebagai bagian dari team emergency response, masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain itu juga memastikan isolasi serta pengamanan di sekitar lokasi kejadian.

Pertamina menekankan akan terus melakukan upaya maksimal untuk penanganan. Peristiwa serupa pernah terjadi dengan skala yang lebih besar seperti di lapangan Macondo, Gulf of Mexico.


Telah terjadi insiden kebocoran minyak dan gas di sekitar anjungan Lepas Pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) yang terjadi pada 12 Juli 2019 kemarin. Insiden ini membuat Kementerian Perhubungan pun ikut turun tangan.

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut telah mengirimkan tim ahli serta mengerahkan kapal patroli Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard) serta bekerjasama dengan PT Pertamina (Persero) di Pantai Utara Jawa Karawang, Jawa Barat.

Sebelumnya, Pertamina juga telah mengirimkan tim tanggap darurat dan pengerahan tim penanggulangan yang dilanjutkan dengan menerjunkan 7 tim ahli yang berasal dari berbagai sektor namun hingga kini insiden tersebut belum berhasil diatasi.

Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad mengatakan sumur tersebut dioperatori PT Pertamina Hulu Energi (PHE), yang terletak dua kilometer (km) dari Perairan Pantai Utara Jawa, Karawang, Jawa Barat.

"Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, ada 3 tingkatan (tier) dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut yaitu Tier 1 yang merupakan kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) dan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, yang mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain," ujarnya dilansir dari keterangan tertulis, Minggu (21/7/2019).

Ahmad mengatakan, insiden kebocoran migas di sekitar anjungan Lepas Pantai YYA-1 area PHE ONWJ tersebut masuk Tier 1, yang bertindak sebagai Mission Coordinator (MC) adalah Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Kepulauan Seribu yang merupakan Syahbandar terdekat dari lokasi kejadian.

"Informasi mengenai kejadian ini memang baru disampaikan oleh Pertamina ke Ditjen Perhubungan Laut cq. Kantor KSOP Kelas IV Kepulauan Seribu pada tanggal 18 Juli 2019. Kami sangat menyayangkan keterlambatan pelaporan tersebut," ujar Ahmad.

Menurut Ahmad, Ditjen Perhubungan Laut telah bergerak cepat dengan berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak terkait untuk menyiapkan langkah-langkah penanggulangan insiden tersebut dan memastikan bentuk penanganannya sesegera mungkin.

Sementara itu, Kepala KSOP Kelas IV, Capt. Herbert Marpaung menerangkan bahwa pihaknya telah mengerahkan kapal patroli KNP. 355 ke lokasi kejadian. Adapun menurut informasi dari Pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PPLP) Kelas I Tanjung Priok, kapal patroli KN. Jembio dan KN. Alugara juga dipersiapkan untuk diberangkatkan menuju lokasi kejadian.

"Setelah mendapatkan laporan dari PT. PHE pada tanggal 18 Juli 2019, KSOP Kepulauan Seribu segera mengaktifkan tim penanggulangan musibah tumpahan minyak, membentuk Pos Komando (Posko) dan menginstruksikan Terminal Khusus di wilayah kerja Kepulauan Seribu untuk bersiap dan memberikan bantuan terhadap insiden tersebut," ujar Herbert.

Kemarin, tim Ditjen Perhubungan Laut juga telah melakukan peninjauan lapangan melalui udara bersama Tim PHE dan stakeholder terkait serta menuju crisis center PHE ONWJ guna berkoordinasi serta mendapatkan info lanjut tentang tahapan-tahapan penanganan tumpahan minyak, strategi penanganan platform dan strategi penutupan sumur.

Herbert menegaskan bahwa pihaknya akan selalu memperbaharui informasi dan evaluasi setiap saat terkait perkembangan yang terjadi, termasuk persiapan peningkatan ke Tier 2 jika diperlukan.

"Tier 2 adalah kategorisasi penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak yang terjadi di dalam atau di luar DLKP dan DLKR Pelabuhan, atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain, yang tidak mampu ditangani oleh sarana, prasarana dan personil yang tersedia pada pelabuhan atau unit pengusahaan minyak dan gas bumi atau unit kegiatan lain berdasarkan tingkatan Tier 1," ucapnya.

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto pernah mengatakan insiden serupa pernah terjadi di Teluk Meksiko, Amerika Serikat. Insiden itu membuat rig alias bor sumur minyak tenggelam.

Dia menggambarkan kejadian terburuk itu seperti dalam film Deep Water Horizon. Film yang dibintangi oleh Mark Wahlberg itu menggambarkan kengerian saat terjadi kebocoran di sumur minyak hingg akhirnya membuat sumur tenggelam.

"Risiko yang paling fatal adalah rig nya tenggelam, tapi sekarang baru miring 8 derajat, iya kan ada pernah nonton Deep Water Horizon, kejadian paling parah seperti itu," jelas Djoko di kantornya pada Rabu 17 Juli 2019 yang lalu.

Pertamina sendiri sebelumnya telah mengirimkan tim tanggap darurat. Kemudian dilanjutkan dengan pengerahan sebanyak 7 tim ahli yang berasal dari berbagai sektor. Tim-tim tersebut dilengkapi dengan lebih dari 20 kapal dan berbagai peralatan yang mendukung seperti oil boom dan puluhan drum dispersant.

Selain itu Ditjen Perhubungan Laut bergerak juga telah mengirimkan tim ahli serta mengerahkan kapal patroli Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard). Kepala KSOP Kelas IV, Capt. Herbert Marpaung menerangkan bahwa pihaknya telah mengerahkan kapal patroli KNP. 355 ke lokasi kejadian.

Hide Ads