Jakarta -
Indonesia tak tinggal diam terhadap kebijakan Uni Eropa yang akan mengenakan bea masuk 8-18% terhadap impor biodiesel Indonesia. Untuk membalas tindakan Uni Eropa, Indonesia berencana mengenakan tarif bea masuk 20-25% terhadap impor produk olahan susu dari Eropa.
Dikutip dari Reuters, Jumat (9/8/2019), Enggartiasto mengatakan ia akan memberikan rekomendasi kepada kementerian dan lembaga terkait untuk mengenakan tarif bea masuk terhadap produk susu olahan dari Eropa sebesar 20-25%.
Langkah ini sebagai balasan terhadap kebijakan Uni Eropa mengganjal produk biodiesel Indonesia. Enggartiasto mengatakan, jika Uni Eropa tetap menetapkan bea masuk terhadap biodiesel sebesar 8-18%, maka ia menyarankan para importir produk susu olahan dari Eropa memasok dari negara selain Eropa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian mereka kan terapkan tarif 8-18%, saya fair pada mereka kita juga akan terapkan tarif yang sama pada saatnya. Jadi (para importir produk susu olahan) cari saja sumber baru. Seperti Australia, New Zealand, Amerika Serikat," tegas Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai Seminar Nasional Transformasi Ekonomi Untuk Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, (9/8/2019).
Baca selengkapnya di sini:
Geram akan tindakan Uni Eropa yang mengenakan tarif bea masuk terhadap impor biodiesel Indonesia, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan kenalan tarif bea masuk terhadap segala produk olahan susu dari Eropa.
Dikutip dari
Reuters, Jumat (9/8/2019), Enggartiasto mengatakan ia akan segera memberikan rekomendasi kepada kementerian dan lembaga terkait untuk mengenakan tarif bea masuk terhadap produk olahan susu dari Eropa sebesar 20-25%.
Saat ini, produk olahan susu olahan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) dikenakan tarif sekitar 5% di Indonesia. Kemudian, nilai impor produk olahan susu dan telur menurut data Kemendag pada tahun 2018, nilainya mencapai US$ 1 miliar atau setara dengan Rp 14,2 triliun (kurs Rp 14.200).
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita yang mau menerapkan tarif bea masuk hingga 25% terhadap impor produk olahan susu dari Eropa menyarankan para importir produk olahan susu memasok dari negara selain Eropa.
"Kemudian mereka kan terapkan tarif 8-18%, saya fair pada mereka kita juga akan terapkan tarif yang sama pada saatnya. Jadi (para importir produk olahan susu) cari saja sumber baru. Seperti Australia, New Zealand, Amerika Serikat," tegas Enggar usai menghadiri Seminar Nasional Transformasi Ekonomi Untuk Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, (9/8/2019).
Menurutnya, apabila Uni Eropa tak mengambil keputusan yang adil, RI pun akan bertindak.
"Saya berikan message (pesan) yang kuat. Saya juga sudah ketemu menteri Eropa bahwa Anda silakan kenakan sesuatu sejauh parameternya fair (adil). Kalo tidak fair ya Anda memulai proteksionisme dan tradewar. Dan kita tidak mungkin diam," tegas Enggar.
Sebagai informasi, awalnya, Badan Biodiesel Eropa (European Biodiesel Board) mengeluhkan persoalan ekspor biodiesel antisubsidi dari Indonesia. Maka dari itu, sejak September 2018 Komisi Eropa melakukan penyelidikan anti-subsidi.
Dari hasil penyelidikan tersebut, otoritas Uni Eropa mengklaim bukti atas pemberian bantuan subsidi dari pemerintah berupa insentif pajak besar-besaran terhadap ekspor CPO dan juga turunannya yang melanggar aturan WTO. Pemberian subsidi tersebut juga dianggap mempengaruhi harga biodiesel Indonesia.
Empat eksportir biodiesel asal Indonesia yang akan dikenakan bea masuk yaitu Ciliandra Perkasa dengan bea masuk 8%, Wilmar Group 15,7%, Musim Mas Group 16,3%, dan Permata Group 18%.
Biodiesel Indonesia yang diekspor ke negara-negara Uni Eropa akan dikenakan bea masuk 8-18% oleh Komisi Eropa. Bea masuk ini dikenakan pasalnya Komisi Eropa menganggap eksportir biodiesel Indonesia telah mendapatkan insentif ekspor besar-besaran dari pemerintah.
Dilansir dari Reuters, Kamis (25/7/2019), empat eksportir biodiesel asal Indonesia yang akan dikenakan bea masuk yaitu Ciliandra Perkasa dengan bea masuk 8%, Wilmar Group 15,7%, Musim Mas Group 16,3%, dan Permata Group 18%.
Awalnya, Badan Biodiesel Eropa (European Biodiesel Board) mengeluhkan persoalan ekspor biodiesel antisubsidi dari Indonesia. Maka dari itu, sejak September 2018 Komisi Eropa melakukan penyelidikan antisubsidi
Hasil penyelidikan tersebut, otoritas Uni Eropa mengklaim bukti atas pemberian bantuan subsidi dari pemerintah berupa insentif pajak besar-besaran terhadap ekspor CPO dan juga turunannya.
Meski begitu, tarif bea masuk ini masih bersifat sementara. Pasalnya, otoritas Uni Eropa masih akan menunggu hasil penyelidikan menyeluruh dari Komisi Eropa mengenai subsidi besar-besaran di empat eksportir tersebut. Hasil penyelidikan ini targetnya harus selesai pada 4 Januari 2020. Sehingga, otoritas negara-negara Uni Eropa dapat menetapkan peraturan bea masuk terhadap biodiesel Indonesia.
Tentunya, hal ini merupakan 'tamparan' kedua dari Uni Eropa kepada Indonesia. Sebelumnya, Uni Eropa sendiri menyatakan bahwa minyak kelapa sawit Indonesia tak bisa digunakan sebagai bahan bakar energi terbarukan.
Halaman Selanjutnya
Halaman