"Defisit ini berasal dari migas," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantor pusat BPS, Jakarta, Kamis (15/8/2019).
Defisit neraca perdagangan US$ 60 juta per Juli 2019 dikarenakan nilai ekspor lebih rendah dari nilai impor. Di mana, ekspor Indonesia sebesar US$ 15,45 miliar dan impor US$ 15,51 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang akrab disapa Kecuk ini mengatakan, impor migas melonjak tinggi terutama terjadi pada hasil minyak sebesar US$ 1,07 miliar sedangkan ekspornya US$ 384,2 juta atau terdapat selisih US$ 687,2 juta.
Penyebab selanjutnya adalah impor minyak mentah yang sebesar US$ 485,5 juta dibandingkan ekspornya US$ 181,1 juta atau terdapat selisih US$ 304,4 juta. Sedankan untuk gas masih surplus US$ 849,2 juta karena nilai ekspor US$ 1,04 miliar dan impornya US$ 191,1 juta.
"Kalau dilacak ke dalam adalah impor minyak mentah dan hasil minyak, karena gas masih alami kenaikan, non migas juga masih surplus," jelas dia.
Jika dihitung secara kumulatif sepanjang Januari-Juli 2019, neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit US$ 1,9 miliar yang lagi-lagi disebabkan oleh tingginya impor migas.
Dari catatan BPS, untuk migas terjadi defisit US$ 4,92 miliar dikarenakan ekspornya sebesar US$ 7,71 miliar dan impornya US$ 12,64 miliar. Sedangkan non migasnya surplus US$ 3,02 miliar yang berasal dari ekspornya US$ 88,07 miliar dan impornya US$ 85,04 miliar.
(hek/fdl)