-
Setelah ditunggu-tunggu cukup lama, akhirnya aturan kendaraan listrik keluar. Aturan itu dimuat dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Dalam aturan ini memuat sejumlah ketentuan, dari definisi, pengendalian kendaraan energi fosil, hingga insentif.
Insentif yang diberikan salah satunya ialah insentif fiskal. Insentif tersebut bakal menekan harga jual kendaraan listrik. Seberapa besar?
Insentif kendaraan listrik dimuat dalam Bab III aturan ini. Penerima insentif dimuat dalam Pasal 17 ayat 3 sebagai berikut:
a.perusahaan industri, perguruan tinggi, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri KBL Berbasis Baterai;
b. perusahaan industri yang mengutamakan penggunaan prototipe dan/atau komponen yang bersumber dari perusahaan industri dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan yang melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri KBL Berbasis Baterai dalam negeri;
c. perusahaan industri yang memenuhi TKDN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan yang melakukan produksi KBL Berbasis Baterai dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
d. perusahaan industri komponen KBL Berbasis Baterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10;
e. perusahaan industri KBL Berbasis Baterai Bermerek Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
f. perusahaan yang menyediakan penyewaan Baterai (battery swap) sepeda Motor Listrik;
g. perusahaan industri yang melakukan percepatan produksi serta penyiapan sarana dan prasarana untuk penggunaan KBL Berbasis Baterai;
h. perusahaan yang melakukan pengelolaan limbah Baterai;
i. perusahaan yang menyediakan SPKLU dan atau instansi atau hunian yang menggunakan instalasi listrik privat untuk melakukan pengisian listrik KBL Berbasis Baterai;
j. perusahaan angkuta.n umum yang menggunakan KBL Berbasis Baterai; dan
k. orang perseorangan yang menggunakan KBL Berbasis Baterai.
Sementara, insentif berupa fiskal dimuat dalam Pasal 19. Berikut daftarnya:
a. insentif bea masuk atas importasi KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knock Down (CKD), KBL Berbasis Baterai dalam keadaan terurai tidak lengkap (Incompletely Knock Down (IKD), atau komponen utama untuk jumlah dan jangka waktu tertentu;
b. insentif pajak penjualan atas barang mewah;
c. insentif pembebasan atau pengurangan pajak pusat dan daerah;
d. insentif bea masuk atas importasi mesin, barang, dan bahan dalam rangka penanaman modal;
e. penangguhan bea masuk dalam rangka ekspor;
f. insentif bea masuk ditanggung pemerintah atas importasi bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam rangka proses produksi;
g. insentif pembuatan peralatan SPKLU, h. insentif pembiayaan ekspor;
i. insentif fiskal untuk kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi teknologi serta vokasi industri komponen KBL Berbasis Baterai;
j. tarif parkir di lokasi-lokasi yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah;
k. keringanan biaya pengisian listrik di SPKLU;
l. dukungan pembiayaan pembangunan infrastruktur SPKLU;
m. sertifikasi kompetensi profesi bagi sumber daya manusia industri KBL Berbasis Baterai; dan
n. sertifikasi produk dan/atau standar teknis bagi perusahaan industri KBL Berbasis Baterai dan industri komponen KBL Berbasis Baterai.
Adanya aturan ini diharapkan dapat menekan harga mobil listrik. Sebab, ada sejumlah insentif di dalamnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, saat ini mobil listrik harganya lebih mahal 40%. Dengan sejumlah insentif maka selisihnya menjadi 10-15% dibandingkan mobil biasa berbahan bakar minyak (BBM).
"(Mobil listrik jadi sangat murah?) Tidak sangat murah, tapi kalau sekarang bedanya 40%, dengan kebijakan itu 10-15% dari mobil combustion engine. Mantap kan," katanya di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).
Salah satu insentif yang diberikan dalam kendaraan listrik adalah Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Airlangga bilang, pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) untuk mengakomodasi insentif itu.
"PPnBM adanya di revisi PP 41, jadi kita masih nunggu revisi PP 41. Ada Perpres ada PP, teknisnya di PP, fiskalnya di PP," ujarnya.
Menurutnya, pembahasan PPnBM sudah selesai. Pembahasan itu dilakukan antar kementerian maupun parlemen.
"Untuk mobil (listrik) 0%," tutupnya.