"Bukan hanya Pak Menhub, hari Jumat kemarin sudah bertemu dengan pengelola Grab. Saya bertemu Grab bersama dengan Pak Kepala Dinas (Perhubungan) dan sekarang ini, Dinas Perhubungan dan pengelola Grab sedang membicarakan tentang penandaan," kata Anies kepada wartawan di Monas, Jakarta Pusat, Senin (12/8/2019) lalu.
Perlukah upaya itu dilakukan?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain merupakan langkah mundur dan bentuk inkonsistensi, pengecualian yang diberikan kepada taksi online justru akan memperburuk polusi udara Jakarta dan menimbulkan kemacetan-kemacetan baru.
Demikian disampaikan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio saat dimintai tanggapannya sehubungan dengan adanya wacana dari pihak-pihak tertentu yang mengusahakan untuk mendapatkan pengecualian dengan "tanda khusus" bagi taksi online untuk dapat memasuki kawasan ganjil-genap yang mengalami perluasan pemberlakuannya.
Lebih lanjut Agus Pambagio menegaskan, pemberian ruang atau kelonggaran-kelonggaran terhadap suatu kebijakan, selain akan mengurangi esensi peraturan itu sendiri, juga akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru. Padahal suatu kebijakan atau peraturan dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan ketertiban dan melindungi hak-hak masyarakat.
Dalam kaitan ini, apabila pengecualian diberikan kepada taksi online, berarti pemerintah selaku regulator justru melanggar peraturan yang dibuatnya sendiri dan hal tersebut menjadikan ketentuan dan peraturan yang ada menjadi tidak efektif, dan berpotensi menimbulkan permasalahan-permasalahan baru.
"Kalau banyak pengecualian ya sudah mending nggak usaha.Nanti angkutan umum plat kuning protes, malah mengundang masalah-masalah baru," kata dia.
Dalam penjelasan tertulisnya, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen, Tulus Abadi juga menenkankan bahwa taksi online diberlakukan sebagai objek ganjil/genap.
Sebab pada dasarnya taksi online adalah angkutan sewa khusus berpelat hitam, setara dengan kendaraan pribadi, kecuali taksi online mau berubah ke plat kuning. Bahkan kata Tulus, wacana pengecualian taksi online merupakan langkah mundur, bahkan merupakan bentuk inkonsistensi.
Selain itu, upaya menekan polusi udara juga akan gagal manakala kendaraan di Jakarta masih gandrung menggunakan bahan bakar (BBM) dengan kualitas rendah, seperti jenis bensin premium dan atau bahan bakar dengan kandungan sulfur yang masih tinggi
(dna/zlf)