-
Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram. Bagaimana tidak, dari 33 perusahaan yang keluar dari China tak satu pun masuk Indonesia.
Parahnya, mayoritas perusahaan itu lari ke negara tetangga Vietnam. Sementara, sisanya menuju Malaysia, Thailand dan Kamboja.
"Dari investor-investor yang kita temui, dan catatan yang disampaikan Bank Dunia kepada kita, dua bulan yang lalu ada 33 perusahaan di Tiongkok keluar, 23 memilih Vietnam, 10 lainnya pergi ke Malaysia, Thailand, Kamboja. Nggak ada yang ke kita," kata Jokowi dalam rapat terbatas yang membahas perkembangan perekonomian dunia, Rabu (4/9/2019).
Tentu saja, ada alasan para investor lebih memilih Vietnam daripada Indonesia. Apa alasannya? Simak berita selengkapnya dirangkum detikcom:
Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Husen Maulana buka suara mengenai alasan investor lebih memilih investasi di Vietnam daripada di Indonesia. Menurutnya, alasan utama investor lebih memilih Vietnam karena perolehan lahan yang mudah.
Dia menjelaskan, Vietnam menganut sistem pemerintahan sosialis yang dulunya menganut paham komunis. Sehingga, lahan dikuasai oleh negara. Jadi, investor yang butuh lahan dengan cepat dipenuhi oleh negara.
"Karena pemerintahnya berbeda dengan sistem pemerintahan di kita. Di sana sosialis komunis sehingga pemerintah dengan mudah menyediakan lahan, bahkan bisa saja lahan bisa gratis kali ya," katanya kepada detikcom, Kamis (5/9).
Dia menjelaskan, hal ini berbeda dengan Indonesia. Di Indonesia, untuk mendapat lahan terbilang prosesnya panjang. Bahkan, investor pun sulit saat membeli lahan tersebut.
"Iya menurut saya utama lahan, apa kata pemerintah pusat (Vietnam) pasti dilaksanakan pemerintah daerah. Yang utama bagi pabrik lahan, pemerintah sudah siapkan, perizinan dipermudah mereka lari ke sana. Di kita cukup susah, mereka mau beli prosesnya lumayan susah. Kalau di Vietnam mungkin disediakan semua," paparnya.
Memang, saat ini negara-negara tetangga juga berlomba menggaet investasi dari China. Dia bilang, Vietnam juga berlomba memberikan kemudahan bagi investor
"Apalagi Vietnam juga mendengar banyak perusahaan yang mau relokasi, Vietnam sudah bisa menyiapkan segala sesuatunya, artinya diberi karpet merah untuk para pelaku usaha dari China," tutupnya.
Kemudahan perolehan lahan menjadi senjata utama Vietnam dalam menarik investasi dari luar. Tapi, bukan hanya itu rahasia kesuksesan Vietnam.
Husen Maulana melanjutkan, keunggulan Vietnam dibanding Indonesia dalam menggaet investasi ialah karena negara ini memiliki banyak kerja sama perdagangan bebas (free trade agreement) dengan negara maju.
Dengan begitu, investor diuntungkan saat menjual barang ke luar negeri alias ekspor. Lantaran mereka tak perlu membayar bea masuk di negara tujuan ekspor.
"Vietnam punya banyak FTA, mungkin salah satu pertimbangan kenapa mereka ke sana, karena punya banyak FTA negara maju. Ada keuntungan yang diperoleh perusahaan itu di Vietnam pastinya tarif menjual produk ekspor bisa 0%," katanya.
Sementara, dia menilai, dari sisi upah dan produktivitas, Indonesia dan Vietnam tak jauh berbeda.
"Tentunya bagi perusahaan labor intensif tingkat upah menjadi pertimbangan utama, tapi antara Indonesia dan Vietnam sebenarnya tingkat upahnya nggak terlalu jauh. Tingkat keterampilan Indonesia dengan Vietnam kompetitif. Indonesia juga banyak tenaga kerja terampil," jelasnya.
Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden (KSP) Denni Puspa Purbasari menjelaskan, berdasarkan masukan dari banyak pihak, minimnya investasi karena sulitnya regulasi di Indonesia.
"Berdasarkan masukan dari banyak pihak, Presiden meyakini bahwa penyebab mengapa sedikit investor asing (tidak hanya dari Tiongkok) memilih Indonesia karena sulitnya regulasi kita. Regulasi dimaksud mencakup izin, rekomendasi, syarat-syarat, maupun pertimbangan teknis. Ini disayangkan, karena pasar Indonesia besar, namun kita tidak dapat mengambil kesempatan secara optimal," katanya.
Dia mengatakan, izin dan rekomendasi yang dimaksud mencakup banyak aspek, dari izin usaha sampai rekomendasi untuk ekspor.
"Izin, rekomendasi, syarat-syarat, persetujuan teknis, dari pemerintah pusat maupun daerah. Misalnya, rekomendasi untuk impor bahan baku industri dan barang modal, izin usaha industri, sertifikasi, laporan surveyor, izin gangguan, izin lokasi, izin pemakaian lahan yang semuanya mempengaruhi investasi maupun ekspor," paparnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, peningkatan ekspor saat ini sulit dilakukan imbas perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Sebab itu, investasi dari luar atau foreign direct investment (FDI) diperlukan untuk menutup defisit transaksi berjalan.
"Presiden menyampaikan, saat ini, meningkatkan ekspor cukup sulit karena permintaan global melemah akibat perang dagang dan perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Jadi, menarik FDI menjadi harapan untuk menutup defisit neraca transaksi berjalan, sekaligus meningkatkan investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi," jelasnya.