Indonesia Kurang Dilirik Investor, Jokowi Harus Apa?

Indonesia Kurang Dilirik Investor, Jokowi Harus Apa?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 07 Sep 2019 15:15 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Paparan Bank Dunia di depan pemerintah menyebutkan 33 negara yang hengkang dari China sama sekali tak melirik Indonesia sebagai tempat relokasi. Hal ini karena Indonesia dinilai terlalu sulit dan lama dalam proses perizinan usaha sehingga dianggap kurang menarik dengan investor.

Menanggapi hal tersebut peneliti CSIS Fajar B Hirawan mengungkapkan Indonesia sebenarnya tak kalah menarik dengan negara tetangga di mata investor dalam dan luar negeri. Namun memang, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan bagi investor untuk menanam modal di dalam negeri.

"Investor itu akan melihat risiko dan keuntungan yang akan diperoleh," kata Fajar saat dihubungi detikcom, Sabtu (7/9/2019).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menyebutkan saat ini, secara makro kinerja ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Namun ada hal-hal yang perlu menjadi perhatian penuh pemerintah.

Fajar menyebutkan, stabilitas negara juga harus diperhatikan, karena meskipun sudah mendapatkan rating layak investasi dari berbagai lembaga pemeringkat internasional, namun baik dari aspek politik, hukum, keamanan dan ekonomi harus tetap dijaga.

Menurut dia, konflik yang terjadi di Papua baru-baru ini sudah menjadi sorotan banyak negara dan disebarluaskan oleh media global. Padahal momentumnya berbarengan dengan keputusan perusahaan dari China untuk relokasi ke negara-negara di ASEAN.

Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan dan memperbaiki kemudahan berbisnis di Indonesia. Meskipun peringkatnya terus membaik, namun banyak hal yang harus dibenahi.

"Pelaksanaan OSS harus segera disempurnakan, regulasi khususnya peraturan daerah yang menghambat investasi harus segera dicabut sebagai komitmen harmonisasi kebijakan pusat dan daerah, law enforcement harus dijalankan," jelas dia.



Fajar menambahkan, daya saing tenaga kerja juga harus menjadi fokus pemerintah. Turunnya investasi padat karya diakibatkan daya saing tenaga kerja masih tertinggal dibandingkan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara seperti Thailand, Malaysia dan Singapura.

Masalah yang dihadapi misalnya, rendahnya pendidikan tenaga kerja, ketidaksesuaian antara pekerjaan dan pendidikan, serta terkait upah dan biaya tenaga kerja, termasuk biaya pesangon.

Menurut Fajar, pemerintah harus gencar menjalankan program pelatihan vokasi, magang berbasis skompetensi, serta yang tidak kalah penting adalah amandemen UU No. 13/2003, khususnya pasal 156 terkait biaya pesangon.

"Setidaknya, terkait biaya pesangon nilainya perlu lebih kompetitif di ASEAN, sehingga Indonesia akan dilirik oleh investor," imbuh dia.

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan, pemerintah sudah berupaya melakukan penarikan investasi dengan berbagai macam cara. Mulai dari perbaikan perizinan, pemberian tax holiday. Hal ini membuat Indonesia sesungguhnya sudah menarik di mata investor.

Namun masih ada hambatan untuk Indonesia dalam menjaring aliran modal asing yang masuk. Yakni masalah perizinan dan pembebasan lahan. Karena itu pemerintah harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah harus memperbaiki masalah perburuhan dan pengupahan.




(kil/eds)

Hide Ads