Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menganggap pemerintah tak peduli nasib petani tembakau dan nasib tenaga kerja. Keputusan itu dinilai memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT), karena tidak pernah diminta masukan.
"Keputusan yang dilakukan pemerintah ini juga tidak pernah dikomunikasikan dengan kalangan industri," kata Henry menurut keterangan resminya, Sabtu (14/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak berita lengkapnya di sini.
1. Setoran ke Pemerintah Bakal Tembus Rp 200 Triliun
Foto: Ari Saputra
|
"Dengan demikian setoran kami ke pemerintah bisa mencapai Rp 200 triliun. Belum pernah terjadi kenaikan cukai dan HJE yang sebesar ini. Benar-benar di luar nalar kami!" tegas Henry.
Ia juga menyoroti rencana pemerintah untuk simplifikasi atau menggabungkan layer (golongan) rokok. Menurutnya, rencana tersebut dapat menjadi ancaman bagi IHT.
"Belum lagi rencana simplifikasi atau penggabungan layer yang akan dilakukan pemerintah. Simplifikasi cukai merupakan ancaman bagi industri," papar dia.
2. Kenaikan Tarif Cukai Bisa Picu Maraknya Rokok Ilegal
Foto: Ari Saputra
|
"Masalah lain yang dihadapi industri adalah peredaran rokok ilegal. Saat cukai naik 10% saja peredaran rokok ilegal demikian marak. Kalau cukai naik 23% dan HJE naik 35% dapat dipastikan peredaran rokok ilegal akan semakin marak," terang Henry.
Selain itu, maraknya rokok elektrik juga ancaman bagi IHT. Rokok elektrik saat ini mulai tumbuh dengan perlakuan peraturan yang berbeda dengan rokok konvensional. Maka. kenaikan cukai dan HJE, serta maraknya rokok elektrik, menurut Henry, produksi IHT akan semakin menurun.
Sehingga, ia mengatakan, hal tersebut akan berdampak pada tenaga kerja di IHT. Kemudian, serapan tembakau dan cengkeh dari petani juga akan menurun.
"Dan akan berakibat kepada menurunnya penyerapan tembakau dan cengkeh, serta dampak kepada tenaga kerja," tutur Henry.
3. Cukai Rokok Naik 23%, Sampoerna: Ganggu Industri!
Foto: Ari Saputra
|
"Kami menilai kenaikan ini mengejutkan dan akan mengganggu ekosistem industri hasil tembakau (IHT) nasional," kata Direktur Sampoerna Troy Modlin menurut keterangan resminya, Sabtu (14/9/2019).
Selain itu, Troy mengatakan, Sampoerna belum menerima rincian kebijakan tersebut dari pemerintah.
"PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) belum mendapatkan rincian aturan kebijakan cukai tersebut," ungkapnya.
Langkah ini dinilai bisa berdampak pada keberlangsungan penyerapan tenaga kerja. Ia kemudian memberikan beberapa rekomendasi untuk pemerintah demi mendukung kelangsungan penyerapan tenaga kerja.
"Jika pemerintah bermaksud untuk memberlakukan kebijakan cukai yang dapat mendukung kelangsungan penyerapan tenaga kerja, kami merekomendasikan agar pemerintah menutup celah cukai pada sigaret buatan mesin sesegera mungkin, yaitu menggabungkan volume produksi Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM) menjadi 3 miliar batang per tahun," terang dia.
Selain itu, langkah yang disarankan, kata Troy, yakni memastikan tarif cukai SKM/SPM lebih tinggi dari tarif cukai SKT. Perlu diketahui, saat ini tarif cukai SKM berkisar Rp 370-590 per batang. Kemudian, untuk tarif cukai SPM berkisar Rp 355-625 per batang. Sedangkan, tarif cukai SKT berkisar Rp 100-365.
Terakhir, ia meminta pemerintah tetap mempertahankan batasan produksi untuk SKT golongan II sebesar maksimal dua miliar batang per tahun. Ia berpendapat, dengan melaksanakan tiga rekomendasi tersebut maka pemerintah dapat menciptakan persaingan yang adil terhadap pelaku IHT.
Halaman 2 dari 4