Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro menyatakan aset tersebut didapatkan berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan. Namun, nilainya masih dalam proses audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Revaluasi aset di Jakarta hasil hitungan Ditjen Kekayaan Negara, valuasi sementara di atas Rp 1.100 triliun. Tapi ini masih dalam proses audit BPK," kata Bambang, di kantornya, Jakarta, Senin (16/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bukan hanya kantor kementerian, DPR/MPR, rumah dinas saya sekarang di Jakarta pun aset pemerintah," kata Bambang.
Nantinya aset itu akan dijadikan sebagai modal lewat kerja sama pengelolaan aset. Setidaknya Rp 600 triliun nilai aset yang bisa dikerjasamakan menurut Bambang.
"Separuh dari aset itu sekitar Rp 500-600 triliun bisa dioptimalkan untuk dikerjasamakan dalam kerja sama pengelolaan aset," kata Bambang.
Terakhir, Bambang menjelaskan, dari porsi APBN yang akan jadi modal untuk bangun ibu kota baru, yang akan dialokasikan adalah nilai dari pengelolaan aset. Dia menegaskan bukan dari penerimaan negara apalagi pajak.
"Jadi pembiayaan APBN dipenuhi dari kerja sama pemanfaatan aset, bangun guna serah, dan sebagainya. Intinya pendanaan dari APBN diperoleh dari pengelolaan barang milik negara, bukan dari penerimaan pajak," kata Bambang.
Sebagai informasi, dari total kebutuhan pendanaan sebesar Rp 466 triliun, Rp 123,2 triliun akan didapatkan dari investor swasta dan BUMN, Rp 253,4 triliun lewat Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Sisanya, Rp 89,4 triliun akan melalui APBN.
(zlf/zlf)