Seluruh jenis pajak utama tercatat mengalami tekanan pada periode Januari-Agustus 2019. Terutama pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri, dan PPN impor.
Lalu, bagaimana dampak langsungnya ke masyarakat?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dilihat dari PPh 21, kita masih lihat pertumbuhan cukup tinggi. Artinya pelemahan ekonomi belum menimbulkan tekanan ke karyawan. Karena PPh 21 masih tumbuh double digit," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Auditorium Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Pertumbuhan PPh 21 periode Januari-Agustus 2019 tercatat tumbuh 10,6%. Meski masih tumbuh double digit, namun angka pertumbuhannya masih lebih rendah dibanding 2018 yang sebesar 16,4%.
Penerimaan pajak jenis PPh orang pribadi juga tumbuh positif sebesar 15,4%. Hal ini menambah sentimen positif masih normalnya aktivitas ekonomi di masyarakat.
"Ini menggambarkan upaya DJP (Direktorat Jenderal Pajak) pasca tax amnesty untuk melakukan ekspansi tax base berjalan baik," kata Sri Mulyani.
Baca juga: Utang Pemerintah Naik Jadi Rp 4.680 Triliun |
Namun demikian, penerimaan pajak jenis PPh 22 impor dan PPh badan tercatat tumbuh sangat kecil. Bahkan PPh 26, PPN DN, dan PPN impor mencatatkan pertumbuhan yang negatif.
"Dari sisi ini, pertumbuhan pajak kita menunjukkan adanya tekanan yang mulai berdampak ke kegiatan usaha dalam negeri," kata Sri Mulyani
(eds/hns)