Fakta di Balik Ditundanya Pengesahan RUU Pertanahan

Fakta di Balik Ditundanya Pengesahan RUU Pertanahan

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 25 Sep 2019 09:30 WIB
Fakta di Balik Ditundanya Pengesahan RUU Pertanahan
Foto: Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil (Istimewa/Kementerian ATR/BPN)
Jakarta - Mahasiswa dari berbagai daerah 'turun ke jalan' kemarin (24/9/1019). Di Jakarta, mahasiswa mengepung Kompleks DPR/MPR.

Para mahasiswa menggelar aksi untuk menolak beberapa Rancangan Undang-undang (RUU), salah satunya RUU tentang Pertanahan.

Pemerintah dan DPR pun kemudian sepakat untuk menunda pengesahan RUU Pertanahan tersebut. Lantas, apa alasan penundaan RUU kontroversial ini?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak berita selengkapnya dirangkum detikcom.

Pengesahan Ditunda di Menit Terakhir

Foto: Lamhot Aritonang
Kesepakatan pemerintah dan DPR mengenai penundaan pengesahan RUU Pertanahan disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN Sofyan Djalil dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (24/9/2019).

"Mungkin teman-teman perlu ketahui RUU Pertanahan yang harusnya disahkan musim DPR ini, kemudian DPR dan pemerintah sepakat ditunda," katanya.

Dia mengatakan, penundaan ini terjadi di menit-menit terakhir. "Walaupun secara substansinya sudah bagus sekali kemudian last minutes discussion ada beberapa poin diskusi ulang," jelasnya

Namun demikian, dia berharap, RUU ini akan dibahas oleh DPR pada tahun depan.

"Mudah-mudahan tahun depan dibahas kembali oleh dewan," katanya.

Alasan Pengesahan Ditunda

Foto: Lamhot Aritonang
Sofyan mengatakan, RUU Pertanahan perlu dikomunikasikan kembali agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Menurutnya, masih perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut terkait RUU ini.

"Kemarin karena yang ditunda bukan UU kita saja, yang ditunda karena yang kontroversial itu diberikan batas waktu diskusi dulu karena kontroversial UU KUHP, kemudian UU Pertanahan. Walaupun kita mengatakan setelah penjelasan seperti ini orang-orang bisa mengerti. Kita berikan batas waktu untuk diskusi lebih berlanjut dan hal-hal belum diketahui, yang salah paham, kita komunikasi," ujarnya.

Beberapa hal yang membuat salah paham, kata Sofyan, seperti masalah bank tanah. Menurutnya, pandangan yang berkembang adalah tanah dikuasai swasta. Padahal, menurut Sofyan tidak begitu.

"Saya baca koran, dari medsos masalah UU kurang komunikasi aja, misalnya kecurigaan bank tanah. Padahal bank tanah betul-betul kita kuat tujuan reforma agraria lebih mudah dicapai. Kemudian penataan tanah untuk sosial, umum, pemerataan ekonomi itu lebih mudah kita capai," paparnya.

"Karena mungkin masyarakat punya gambaran bank tanah seperti bank tanah sekarang, milik swasta sehingga curiga. Padahal justru bank tanah milik negara," sambungnya.

Ada juga masalah kepemilikan properti asing. Dia mengatakan, saat ini pemerintah tengah mencari solusinya.

"Termasuk kesalahpahaman, di RUU asing tak boleh memiliki HGB tetap, tidak boleh memiliki hak memiliki tetap, yang boleh cuma hak pakai. Rumah susun itu boleh karena strata title itu dipisahkan antara tanah dengan bangunan, orang beli bangunan tanpa tanah, itu yang cari solusinya," ungkapnya.

Halaman 2 dari 3
(ara/ara)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads