Namun bagi aparatur sipil negara, kehati-hatian dalam menggunakan media sosial harus jadi yang utama. Pasalnya, beragam hukuman menanti bagi PNS yang sengaja menyebar ujaran kebencian lewat media sosialnya.
Sejak 2018, BKN sendiri sudah melakukan pencegahan untuk hal ini. Salah satunya dengan memberikan surat edaran kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) ASN untuk memantau bawahannya agar tidak melakukan ujaran kebencian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Sederet Hukuman, Paling Berat Dipecat
Foto: Pradita Utama
|
"Jadi sesuai PP 53 tahun 2010 itu hukuman disiplin bagi ASN, ringannya itu teguran lisan dan tertulis, atau pernyataan tidak puas. Terus meningkat bisa ke menengah dan berat katakanlah penundaan kenaikan pangkat setahun lalu penundaan kenaikan gaji berkala selama setahun," papar Ridwan kepada detikcom, Senin (14/10/2019).
Hukuman terberatnya sendiri menurut Ridwan adalah PNS akan diberhentikan kerja, alias dipecat.
"Yang terberat itu pemberhentian dengan hormat atas tidak permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat atas tidak permintaan sendiri," ucap Ridwan.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Nge-Like Postingan Nyinyir, PNS Bisa Dihukum
Foto: Luthfy Syahban/Tim Infografis
|
Bahkan, menanggapi postingan ujaran kebencian pun bisa ditindak. Misalnya, PNS memberikan likes atau love, bahkan mengomentari sebuah postingan nyinyir sebagai dukungan, itu pun bisa juga membuat PNS ditindak.
"Menanggapi atau mendukung sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dengan memberikan likes, love, retweet, regram, atau comment di media sosial," bunyi poin 6 huruf f.
PNS juga dilarang untuk mengadakan ataupun menghadiri kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi, dan membenci perangkat dasar negara.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
990 Kasus Netralitas PNS, Mayoritas Nyinyir di Medsos
Foto: Rifkianto Nugroho
|
Hal itu berarti pula sejak perhelatan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga jelang pemilihan calon legislatif (Pileg), dan Presiden/Wakil Presiden (Pilpres) telah terjadi beragam kasus pelanggaran netralitas ASN.
Berdasarkan data yang dimiliki BKN, seperti dikutip detikcom, pelanggaran netralitas yang paling banyak dilakukan ASN, dilakukan melalui media sosial. Mulai dari menyebarluaskan gambar, memberikan dukungan, berkomentar, sampai mengunggah foto untuk menyatakan keberpihakan terhadap pasangan calon (paslon) tertentu.
Selain aktivitas medsos, pelanggaran netralitas yang diterima juga berupa bentuk dukungan secara langsung misalnya menghadiri kampanye paslon dan kegiatan yang bersinggungan dengan partai politik paslon.
Halaman 2 dari 4