Neraca Dagang Masih Tekor Jelang Pelantikan Jokowi

Neraca Dagang Masih Tekor Jelang Pelantikan Jokowi

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Rabu, 16 Okt 2019 07:36 WIB
1.

Neraca Dagang Masih Tekor Jelang Pelantikan Jokowi

Neraca Dagang Masih Tekor Jelang Pelantikan Jokowi
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Neraca perdagangan periode September 2019 atau di akhir periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada September defisit US$ 160 juta.

Sedangkan Januari - September 2019 neraca perdagangan masih tekor US$ 1,95 miliar. Apa saja penyebab tekornya neraca dagang ini? Berikut berita selengkapnya:

Gara-gara China

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menjelaskan angka defisit ini lebih rendah dibandingkan defisit bulan-bulan sebelumnya.

"Defisit ini masih jauh lebih rendah. Defisitnya cenderung menipis," kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2019).

Tingginya impor dari China membuat neraca dagang RI dengan Negeri Tirai Bambu itu tekor paling besar. Nilai tekornya hingga US$ 13,9 miliar.

"Dengan Australia defisit US$ 1,9 miliar. Thailand defisit menipis dibanding tahun lalu US$ 2,9 miliar," ujarnya.

Meski demikian, kata Suhariyanto, Indonesia masih mengalami surplus dagang dengan beberapa negara. Misalnya Amerika Serikat (AS), India, dan Belanda.

"Ada beberapa negara yang neraca perdagangannya surplus Januari 2019. Dengan AS US$ 6,9 miliar, dengan India US$ 5,4 miliar, Belanda US$ 1,6 miliar," katanya.

Laporan neraca dagang dari BPS ini menjadi yang terakhir di periode I Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden RI. Laporan neraca dagang berikutnya akan disampaikan pada Periode II Presiden Jokowi.

Jokowi akan dilantik kembali menjadi presiden untuk kedua kalinya pada Minggu 20 Oktober 2019.

Berikut data neraca perdagangan RI selama 2019:
  • Januari: defisit US$ 756 juta
  • Februari: defisit US$ 52,9 juta
  • Maret: surplus US$ 1,12 miliar
  • April: defisit US$ 1,63 miliar
  • Mei: defisit US$ 1,52 miliar
  • Juni: surplus US$ 1,74 miliar
  • Juli: defisit US$ 2,03 miliar
  • Agustus: defisit US$ 1,02 miliar
  • September: defisit US$ 160 juta

Kira-kira apa penyebabnya? Lihat di halaman berikutnya.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Salah satu mitra dagang yang bikin RI tekor adalah China.

Menurut Kepala BPS Suhariyanto Indonesia mengalami defisit dagang cukup besar dengan China, yaitu sebesar US$ 13,9 miliar.

"Impor utama kita Januari-September masih dari China 29,34% pada September ini. Komoditas utama adalah handphone, notebook (laptop)," katanya di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2019).

Selain tekor dengan China, RI juga mencatat defisit perdagangan dengan Australia sebesar US$ 1,9 miliar dan Thailand sebesar US$ 2,9 miliar.

"Impor dari China, Ukraina kalau dibedah ke dalam barangnya terutama Serealia dan mesin pesawat mekanik. Impor dari korsel naik US$ 74,80 juta. Impor dari AS turun US$ 78,6 juta, Jepang dan Itali juga turun," ujarnya.

Sejak awal tahun hingga September 2019, produk elektronik China memang masih membanjiri RI, terutama ponsel dan laptop.

Lanjut ke halaman berikutnya >>>

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan nilai ekspor secara nasional ini disebabkan adanya penurunan nilai ekspor dari sektor migas dan non-migas terutama perhiasan.

"Di sana ekspor migasnya turun 5,17% dan kalau kita lihat ke dalam yang alami penurunan ekspor minyak mentah. Nilai hasil minyaknya masih naik. Nilai gasnya turun 11,04%. Sementara untuk ekspor non migas Agustus ke September turun 1,03% karena penurunan beberap akomoditas perhiasan atau permata HS 71, kendaraan dan bagiannya HS 87 dan pakaian jadi bukan rajutan HS 62," kata Suhariyanto di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (15/10/2019).

Ekspor minyak mentah, kata dia, alami penurunan baik nilai atau volume. Ekspor hasil pertambangan juga turun dalam sebesar 14,82%.

"Di sana turun ekspor adalah batu bara, kita tahu harga batu bara turun curam, biji tembaga dan seng. Ini yang bikin ekspor pertambangan YOY nturun 14,82%," sambungnya.

Sementara, ada barang industri juga yang mengalami penurunan ekspor.

"Industri month to month turun 3,51% terjadi karena ada penurunan ekspor logam dasar mulia, pakaian jadi dari tekstil, peralatan listrik dan kendaraan bermotor roda empat dan lebih," tutur dia.

Sedangkan dari sektor pertanian, tercatat ada peningkatan ekspor sepanjang September 2019.

"Untuk pertanian MTM-nya alami peningkatan dibandingkan Agustus 2019, ekspor pertanian naik 5,27% di sana komoditas yang ekspornya naik buah buahan tahunan, ekspor tembakau, ekspor tanaman obat aromatiik dan rempah dan sayuran," jelasnya.

Hide Ads