Jakarta -
Erick Thohir kini telah resmi menjadi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Erick menggantikan Menteri BUMN sebelumnya Rini Soemarno.
Erick mendapat tugas besar dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Lantaran, ia harus membangun BUMN dan menjadikannya pemain global.
"Bapak Erick Thohir Menteri BUMN. Bangun BUMN, pasar global ada di beliau," Jokowi saat mengenalkan para menterinya di Istana, Jakarta, Rabu (23/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun patut dicatat, sebelum membawa BUMN go international masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang mesti dibenahi Erick. Berikut daftarnya:
Maskapai BUMN sejatinya tak hanya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, masih ada PT Merpati Nusantara Airlines (MNA). Tapi, Merpati sudah tak beroperasi alias 'mati suri' karena terlilit masalah keuangan. Rencana untuk membangunkan Merpati belum ada titik terang saat ini.
Direktur Utama MNA Asep Eka Nugraha mengatakan, dalam proposal perdamaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Merpati bisa menerbangkan pesawatnya jika ada modal masuk.
"Kalau pakai proposal perdamaian, kan masih subject to strategic investor masuk, ya kan. Tapi kalau sekarang menjadi seperti apa belum bisa mejawabnya, kan ada chip in juga dana, apakah kemudian akan full chip in dana, kita belum proses sampai situ," katanya Kementerian BUMN Jakarta, Rabu (16/10/2019).
Pihaknya belum bisa memberi keterangan terkait kelanjutan calon investor yang berencana menyuntik modal sebesar Rp 6,4 triliun. Investor itu yakni PT Intra Asia Corpora.
Soal utang, Asep mengatakan, sebelumnya utang Merpati tembus Rp 10,9 triliun. Kini, utangnya turun jadi sekitar Rp 6 triliun.
"Loh pengadilan kemarin di PKPU berhasil menghapuskan bunga, cukup besar bunga kita kan lebih dari Rp 4,4 triliun sendiri," terangnya.
Manajemen PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mulanya memberi kabar baik, lantaran laporan keuangan 2018 tercatat untung. Namun, laporan keuangan itu kemudian direvisi karena Garuda Indonesia diduga memoles laporan keuangannya.
Setelah direvisi, Garuda Indonesia mencatatkan net loss atau rugi bersih US$ 175,028 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun (kurs Rp 14.000). Ini berbeda dari data laporan keuangan yang dirilis sebelumnya mencatatkan laba sebesar US$ 5,018 juta.
Sengkarut penyajian laporan keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berawal dari perjanjian kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi. Keuntungan perusahaan berasal pengakuan pendapatan yang belum memenuhi kriteria pengakuan sesuai standar akuntansi keuangan.
Selain menyajikan ulang laporan keuangan tersebut, Garuda Indonesia juga membatalkan perjanjian kerja sama dengan Mahata terkait penyediaan layanan akses internet di pesawat.
Kondisi perusahaan pelat merah besi dan baja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk atau KRAS belum baik. Perusahaan ini masih menanggung utang yang menggunung mencapai US$ 2 miliar.
Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim mengatakan pihaknya berupaya untuk merestrukturksasi utang tersebut.
"Restruktrisasi macam-macam, solusi ada yang jadi debt to equity swap, tergantung belum final," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (4/1/2019) lalu.
Saat itu, Silmy mengatakan total utang Krakatau Steel sekitar US$ 2 miliar atau setara Rp 29 triliun (kurs Rp 14.500) di mana sebagian dari utang itu akan direstrukturisasi.
"US$ 2 miliar, tidak semua tapi dari total. Ada sustain dan unsustain, akan restrukturisasi dari yang itu," tambahnya.
PT Asuransi Jiwasraya (Persero) memiliki tanggungan pembayaran polis Rp 802 miliar. Tunggakan ini terjadi karena lemahnya pengawasan.
Hal itu terungkap dari bahan paparan yang disiapkan manajemen Jiwasraya ketika Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI. Bahan itu menjelaskan terkait penyebab perusahaan tak mampu membayar klaim hingga tunggakan mencapai Rp 802 miliar.
Tunggakan premi itu berasal dari produk saving plan yang dikeluarkan perusahaan pada 2013. Sayangnya ada permasalahan dari penempatan dana produk tersebut di portofolio investasi.
"Masalah gagal bayar ini bisa saja karena pengawasan yang tidak mendalam terhadap internal perusahaan," kata manajemen dalam bahan paparan yang ditemukan di ruang rapat Gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Halaman Selanjutnya
Halaman