Mereka disebut sebagai DANAm8s. CEO dan salah satu pendiri DANA Vincent Iswara mengatakan mayoritas DANAm8s adalah Generasi Internet of Things.
"84% yang bekerja di DANA adalah Gen Y atau generasi milenial dan 10% adalah Gen Z," kata Vincent di kantornya, Senin (28/10/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vincent menceritakan saat baru dibangun pada Mei 2017 lalu, kantor DANA hanya satu meja. "Kami benar-benar memulainya dari nol," kata Vincent.
Lalu pada Juli di tahun yang sama, setelah mengakuisisi perusahaan programmer, DANA mulai mengepakkan sayapnya yakni menambah jumlah pegawai menjadi 70 orang. Setelah itu, DANA mulai berkembang pesat.
"Pada Maret 2018 kita soft launching, pertama kalinya take on system dengan 120-an pegawai yang berkembang dari 70 pegawai pada Juli 2017," kata Vincent.
Perusahaan yang mengusung tagline #GANTIDOMPET YANG AMAN ini, terus berproses mulai dari menambah rekrutmen pegawai baru hingga harus berpindah-pindah kantor. Vincent mengatakan sejak awal berdiri, DANA selalu membangun kultur atau nilai-nilai dasar dalam bekerja.
![]() |
Di antaranya integritas, keterbukaan, tangguh, mengutamakan konsumen, kerja sama tim, berorientasi pada hasil serta rendah hati. Vincent dengan tanpa ragu menyebut kalau semua programmer di DANA adalah anak Indonesia.
"Karena sudah membangun kulturnya, semua dari desain kantornya sampai alokasi dan zona kantor juga dibangun sesuai dengan kultur kita," ujarnya.
Sementara itu, Chief People Officer DANA Agustina Samara menuturkan sejak diluncurkan pertama kali pada Maret 2018, jumlah DANAm8s sudah tumbuh 300%.
Saat ini jumlah pegawai DANA telah mencapai 600 orang seiring dengan pertumbuhan jumlah pengguna yang mencapai 20 juta pengguna pada rentang Desember hingga Juni 2018.
Tina, sapaan akrabnya mengatakan lebih dari 500 DANAm8s terdiri dari kelompok usia 23 hingga 26 tahun. Sebagian besar DANAm8s, 54% bergabung di divisi teknologi yang fokus mengembangkan beragam inovasi.
Divisi teknologi berisi tim-tim yang kompeten di bidang software engineering, IT security, data engineering, hingga pengembangan user experience.
"Kita percaya kalau kreativitas anak muda itu sangat tinggi. Sehingga 60% tim kami di bawah 30 tahun karena ide-ide mereka yang harus kita pakai," jelasnya.
"Pengalaman kerja penting, tapi kalau pengalaman saja tanpa ada kreativitas untuk menggarap hal-hal baru belum cukup," lanjutnya.
Mempekerjakan milenial memang pilihan yang bukan tanpa risiko. Tina juga menyadari kalau pekerja milenial punya karakteristik yang kerap tidak setia pada satu perusahaan. Diperlukan beragam inovasi untuk menanggulangi hal tersebut.
"Loyalitas memang jadi tantangan tersendiri, memang (milenial) kalau tidak nyaman ya mereka akan keluar. Kalau mereka tidak sumbangsih pada perusahaannya, selain membangun kenyamanan kita juga perlu memberi mereka (jenjang) karir yang jelas," ujarnya.
Hal itu memang jadi tantangan berat bagi setiap perusahaan yang memilih untuk mempekerjakan para milenial. Jika dulu jenjang karir bisa naik dalam waktu tiga hingga lima tahun, kata Tina, hal itu tidak bisa lagi relevan.
"Kalau sekarang enam bulan satu tahun sudah sangat jauh jenjangnya. Dan kita juga memberi kesempatan buat para fresh graduate untuk berkompetisi dalam pengembangan karir ini," tuturnya. (ujm/ujm)