Direktur Program INDEF, Ester Sri Astuti menjelaskan saat ini industri tekstil di Indonesia memang sedang kurang bersinar. Hal ini karena produk tekstil dari China yang menggempur pasar Indonesia.
Ester menjelaskan industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia sempat memasuki era kejayaan pada era 1980an. Kemudian pada 2007 perdagangan industri ini mencatatkan surplus hingga US$ 7,8 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengungkapkan, selain gempuran produk asal China juga karena adanya peraturan pemerintah yang menghambat perkembangan industri tekstil di dalam negeri.
Misalnya seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64/M-DAG/PER/8/2017 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 85/M-DAG/PER/10/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil yang berdampak pada makin derasnya laju impor produk TPT.
Ester menyebut, pemerintah juga berencana untuk merevisi dan menggantikan aturan tersebut dengan Permendag Nomor 77.
"Namun revisi regulasi itu masih menimbulkan ketakutan di kalangan pelaku industri seperti belum transparannya kuota impor hingga tak ada upaya untuk membatasi pengusaha dalam pusat logistik berikat (PDPLB) untuk memperjualbelikan barang langsung ke pasar domestik," jelas dia.
Menurut Ester, industri tekstil dan produk tekstil ini dibutuhkan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja industri dari dalam negeri. terutama untuk meningkatkan utilitas kapasitas mesin yang sudah terpasang.
Selain itu, industri tekstil di Indonesia saat ini memiliki mesin-mesin industri yang sudah tua. Lalu harga produk yang dihasilkan tidak kompetitif dengan produk impor.
Selanjutnya industri pemintalan benang juga mengalami penurunan. Hingga konsumsi domestik yang diraup oleh barang impor yang membanjiri Indonesia.
(kil/dna)