Jakarta -
Iuran BPJS Kesehatan sudah dipastikan akan naik mulai 1 Januari 2020. Hal itu dipastikan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang telah diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Dengan adanya Perpres itu maka iuran BPJS Kesehatan untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja sebesar dua kali lipat dari besaran saat ini. Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal 34 itu mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Setelah keputusan itu ramai diberitakan, muncul viral ajakan untuk turun kelas. Turun kelas peserta BPJS Kesehatan memang bisa dilakukan, tapi tidak bisa sembarangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pula sanksi berupa denda layanan bagi peserta yang tidak disiplin membayar iuran. Besaran maksimalnya mencapai Rp 30 juta. Tapi tenang, denda layanan itu tidak serta merta dijatuhkan.
Mau tahu lebih detail soal rincian kenaikan hingga denda layanan tersebut? Baca selengkapnya di sini:
Dalam aturan itu ditentukan besaran kenaikan iuran. Kenaikan berlaku bukan hanya untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) maupun yang non PBI. Untuk PBI sendiri masih dibantu oleh pemerintah setiap bulannya.
Untuk peserta non PBI cukup terlihat jelas kenaikan harga yang mencapai 2 kali lipat. Seperti misalnya untuk peserta dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dua kali lipat dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per bulan untuk tiap peserta.
Berikut daftar iuran BPJS Kesehatan yang berlaku pada 1 Januari 2020:
1. PBI pusat dan daerah Rp 42.000 dari Rp 23.000 per bulan per jiwa
2. Kelas I menjadi Rp 160.000 dari Rp 80.000 per bulan per jiwa
3. Kelas II menjadi Rp 110.000 dari Rp 51.000 per bulan per jiwa
4. Kelas III menjadi Rp 42.000 dari Rp 25.500 per bulan per jiwa
BPJS Kesehatan menanggapi terkait adanya denda layanan yang mungkin ditanggung oleh peserta. Denda layanan yang dimaksud bisa mencapai batas maksimal Rp 30 juta.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf dalam tanggapannya kepada detikcom menjelaskan, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, penerapan denda Rp 30 juta merupakan denda maksimal, sehingga tidak serta merta diberikan.
Ada sejumlah ketentuan soal penerapan denda tersebut. Berikut ketentuan lengkapnya seperti dikutip dari keterangan resmi BPJS Kesehatan, Rabu (29/10/2019).
(1) Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, disebutkan bahwa peserta yang mengalami keterlambatan pembayaran iuran maka status peserta akan dinonaktifkan sampai peserta membayar kembali iuran yang tertunggak. Peserta tidak dikenakan denda keterlambatan pembayaran iuran.
(2) Namun peserta akan dikenakan denda pelayanan apabila menunggak dan dalam kurun waktu 45 hari ternyata membutuh pelayanan kesehatan rawat inap. Peserta akan dikenai denda pelayanan sebesar 2,5% dari biaya pelayanan kesehatan (rawat inap) atau maksimal Rp30.000.000,-.
(3) Untuk peserta yang tidak membutuhkan pelayanan kesehatan rawat inap dalam kurun waktu 45 hari setelah aktif, tapi hanya mengakses misalnya rawat jalan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau rawat jalan di rumah sakit maka tidak dikenakan denda pelayanan.
(4) Denda pelayanan yang diterapkan adalah sebagai upaya untuk mengedukasi peserta agar tetap melaksanakan kewajibannya dalam Program JKN-KIS yaitu rutin membayar iuran dan mengurangi perilaku adverse selection atau membayar iuran hanya pada saat membutuhkan.
Pihak BPJS Kesehatan pun menyambut baik hal itu. Sebab dengan adanya kenaikan maka bisa mengurangi beban defisit pembiayaan BPJS Kesehatan. Setidaknya mulai 2020 BPJS Kesehatan bisa bernapas lebih lega.
"Dari simulasi kan menutup defisit tidak bisa seketika. 2019 mungkin ada kewajiban, tapi 2020 menjadi lebih lega lah napasnya," kata Kepala Humas BPJS M Iqbal Anas Ma'ruf kepada detikcom, Rabu (30/10/2019).
Dalam Pasal 34 Perpres tersebut, tarif iuran kelas Mandiri III dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan tiap peserta. Kenaikannya Rp 16.500.
Selain itu iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000 per bulan untuk tiap peserta.
Sementara iuran kepesertaan BPJS Kesehatan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dua kali lipat dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000 per bulan untuk tiap peserta.
Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pasal 34 mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Meski tidak secara gamblang mengatakan bahwa kenaikan itu sesuai dengan harapan BPJS Kesehatan, Iqbal menilai pihaknya setidaknya bisa dengan tepat waktu membayar kewajiban kepada rumah sakit.
"Kewajiban BPJS Kesehatan ke rumah sakit bisa dilakukan dengan tepat. Masyarajat bisa terlayani dengan baik. Akhrinya masyarakat terlindungi," tuturnya.
Menurut Iqbal selama ini dengan adanya beban defisit pembiayaan, BPJS Kesehatan terkadang sulit untuk memenuhi kewajiban terhadap rumah sakit. Alhasil pelayanan pun tidak maksimal.
Halaman Selanjutnya
Halaman