Geger Anggaran Lem Aibon Rp 82 M di DKI, Sri Mulyani Turun Tangan

Geger Anggaran Lem Aibon Rp 82 M di DKI, Sri Mulyani Turun Tangan

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Sabtu, 02 Nov 2019 08:00 WIB
1.

Geger Anggaran Lem Aibon Rp 82 M di DKI, Sri Mulyani Turun Tangan

Geger Anggaran Lem Aibon Rp 82 M di DKI, Sri Mulyani Turun Tangan
Foto: Profil Sri Mulyani (Fauzan Kamil/Infografis detikcom)
Jakarta - Munculnya anggaran 'aneh' dalam Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2020 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah jadi sorotan publik. KUA-PPAS ini nantinya menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020.

Keanehan anggaran ini terungkap ketika Anggota DPRD DKI Fraksi PSI, William Aditya Sarana menyoroti anggaran lem Aibon senilai Rp 82 miliar di Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Barat. Ada pula anggaran ballpoint Rp 124 miliar jadi pertanyaan PSI.

Selain ballpoint, ada juga anggaran kertas Rp 213 miliar, tinta printer Rp 400 miliar, stabilo Rp 3 miliar, penghapus Rp 31 miliar dan Rp 31 miliar kalkulator. Kontroversi anggaran ini menyita perhatian Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sri Mulyani mengatakan bakal ikut turun tangan untuk meningkatkan kualitas anggaran daerah. Simak berita selengkapnya dirangkum detikcom:
Saat ditanyakan mengenai kejanggalan anggaran lem Aibon, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meningkat kualitas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kita nanti akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri di dalam meningkatkan kualitas dari APBD tentunya," katanya di Kementerian Keuangan Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Dia menambahkan, berbagai hal akan dikoordinasikan untuk menunjang hal tersebut.

"Dan berbagai hal nanti akan kita koordinasikan bersama," tambahnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebenarnya sudah buka suara menanggapi polemik anggaran aneh tersebut. Anies menyatakan tak ingin menyalahkan bawahannya dan memilih koreksi internal. Ia menambahkan tak ingin mengumumkan dan menyoroti anak buahnya secara terbuka karena bikin heboh.

"Kalau diumumkan hanya menimbulkan kehebohan. Sebenarnya kelihatan keren sih marahin anak buahnya, tapi bukan itu yang saya cari tapi yang saya cari adalah, ini ada masalahnya ini harus dikoreksi karena mengandalkan manual," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).

Anies justru menyalahkan sistem yang ia sebut tak pintar. Menurutnya, sistem itu hanya digital saja namun mengandalkan orang untuk mereview.

"Iya, jadi sistemnya sekarang ini sudah digital, but not a smart system (tetapi bukan sistem yang pintar). Itu hanya digital aja, mengandalkan orang untuk mereview. Itu sudah berjalan bertahun tahun. Karena itu ini akan diubah, tidak akan dibiarkan begitu saja. Lets do it in a smart way," ucap

Anies lantas menyalahkan sistem warisan. Dia pun tak ingin sistem ini diwariskan kepada gubernur setelah dirinya.

"Kan ditemukan juga di era-era sebelumnya. Selalu seperti ini. Karenanya, menurut saya, saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya, PR ini. Karena saya menerima warisan nih, sistem ini. Saya tidak ingin meninggalkan sistem ini untuk gubernur berikutnya," ucap Anies.

Sistem warisan yang disebut tidak smart tak lain ialah e-budgeting. Apa itu?

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah menjelaskan, e-budgeting merupakan sistem penyusunan anggaran yang mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) No 145 tahun 2013.

"Jadi begini e-budgeting dasarnya Pergub 145 Tahun 2013, di situ dijelaskan penyusunan anggaran DKI Jakarta namanya KUA-PPAS (Kebijakan Umum APBD Plafon Prioritas Anggaran Sementara) itu harus mengacu pada itu," katanya kepada detikcom, Kamis (31/10/2019).

Lanjutnya, e-budgeting merupakan sistem digital atau komputerisasi. Di mana, kata dia, rencana program dan anggaran pemerintah DKI Jakarta dimuat di dalamnya

"Sistem e-budgeting itu sebenernya sistem yang menggunakan komputerasi, di situ sudah detail, apa-apa sudah ada semua. Jadi semuanya tinggal memasukan aja. Artinya, detail program sudah ada, tinggal dimasukan aja gitu, semua sudah memadai sudah cukup lengkap," paparnya.

Terkait dengan polemik e-budgeting, Trubus menjelaskan, bukan perkara mengenai sistem. Dia berpendapat polemik itu terjadi karena ada kesalahan orang yang memasukan anggaran. Menurutnya, ada kesengajaan penggelembungan anggaran alias dana-dana fiktif.

"Kemudian bagaimana polemik sekarang terjadi, sebenarnya yang terjadi lebih disebabkan bukan salah sistem, tapi salah orang memasukannya. Jadi salah pada manusianya, pada orangnya. Di situ memang bukan salah input, itu menurut saya kesengajaan yang memang selama ini mereka itu sudah, SDM di DKI Jakarta yang menyusun anggaran menggelembungan dana atau mencantumkan dana-dana fiktif," ungkapnya.

Hide Ads