Pegiat Industri Kumpul Bareng Wishnutama Bahas Ekonomi Kreatif

Pegiat Industri Kumpul Bareng Wishnutama Bahas Ekonomi Kreatif

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 07 Nov 2019 11:14 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang Industri (Kadin) mengadakan Rakernas Ekonomi Kreatif. Acara tahunan ini dihelat dengan tema 'Mendorong SDM Unggul Dalam Penerapan Teknologi Untuk Menjadikan Ekonomi Kreatif Sebagai Tulang Punggung Perekonomian Indonesia'.

Acara dimulai sekitar pukul 10.00. Ratusan pegiat ekonomi kreatif pun telah memenuhi bangku yang disediakan. Acara ini juga dihadiri oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Wishnutama Kusubandio.


Dalam sambutan pembukaannya, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan bahwa ekonomi kreatif akan menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia. Diprediksi kontribusinya di tahun 2019 bisa menyumbang Rp 1.211 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini juga kita akan jadi tulang punggung perekonomian Indonesia ke depan. Kontribusi ekonomi kreatif itu diprediksi RP 1.200-an triliun tahun in kontribusinya ke PDB," ucap Rosan di Hotel Mulia, Jakarta, Kamis (7/11/2019).


Dia juga memaparkan pada 2017 ekonomi kreatif menyumbang Rp 1.000 triliun, naik di tahun 2018 menjadi Rp 1.105 triliun.

Lebih lanjut, dia menyatakan pertumbuhan ekonomi digital itu mencakup lima sektor, yaitu e-commerce, media daring (online), transportasi berbasis aplikasi daring, wisata dan perjalanan, serta jasa keuangan digital.

4 Kendala Utama Pengembangan Industri Kreatif

Ketua Tim Quick Win 5 Destinasi Super Prioritas yang juga mantan Ketua Industri Kreatif Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Irfan Wahid mengungkapkan sedikitnya empat permasalahan utama industri kreatif di Indonesia.

"Yaitu masalah SDM yang berkualitas, pengetahuan kewirausahaan, literasi digital, dan akses permodalan," jelas Irfan.


Irfan mencontohkan, banyak pelaku kreatif yang berpotensi tinggi dengan kualitas SDM mumpuni, namun belum memiliki pengetahuan kewirausahaan komprehensif, mulai legalitas usaha, manajemen keuangan, hingga penguasaan tren pasar. Karena tak punya pengetahuan kewirausahaan itu pula, banyak pelaku kreatif belum bisa mengakses permodalan. Sehingga potensi besar itu tidak terwujudkan dalam perputaran ekonomi yang berdampak signifikan ke masyarakat.

"Itulah mengapa tata kelola pengembangan industri kreatif harus dilakukan secara terintegrasi. Pendekatannya perlu lebih tajam menukik ke dasar persoalan, bukan semata-mata urusan gimmick dan rutinitas program untuk mencairkan anggaran," ujar Irfan.

Selain itu, Irfan memaparkan pentingnya peranan sekolah menengah kejuruan (SMK) dalam penciptaan tenaga kerja berkualitas di industri kreatif.

"Kita mengapresiasi keberhasilan pemerintah menurunkan angka pengangguran SMK. Per Agustus 2019 ini kan tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan SMK 10,42 persen, terus menurun dibanding lima tahun yang masih di atas 12 persen. Ke depannya kita harus memperbanyak SMK-SMK kreatif, dan tentu melibatkan swasta," ujarnya.

Pelibatan SMK dalam pengembangan industri kreatif juga sekaligus menjadi jangkar penurunan pengangguran, mengingat TPT lulusan SMK masih menjadi yang terbesar dibanding kelompok pendidikan lainnya yang persentasenya sudah di bawah 8 persen.

"Presiden Jokowi sudah menyampaikan pentingnya mendidik anak muda sejak dini menjadi generasi kreatif, termasuk soal kewirausahaan. Kolaborasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan memastikan keberhasilan pelibatan SMK dalam mengiringi pertumbuhan industri kreatif," ujarnya.

Saat ini, industri kreatif terus menjadi pendorong ekonomi nasional. Pada 2018, industri kreatif berkontribusi Rp 1.105 triliun ke produk domestik bruto (PDB). Serapan tenaga kerjanya mencapai 17,43 juta orang per 2017.

"Tantangan Industri Kreatif kedepan juga makin berat karena 2 hal. Pertama, dengan digabungnya Bekraf dengan Kemenpar, sehingga ruang gerak makin sempit dan tidak luwes. Plus butuh waktu untuk proses penggabungan nomenklatur. Kedua, Potensi resesi global yang didepan mata," ujarnya.

"Pada akhirnya, kita harus mengingatkan dan mengawal Kemenparekraf untuk tidak melupakan masalah-masalah utama industri kreatif yang perlu dicari solusinya," tutup Irfan.


(ara/ara)

Hide Ads