Jakarta -
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama dengan satuan tugas (satgas) kementerian/lembaga (K/L) terkait menemukan 17 perusahaan tak valid yang termasuk dalam daftar penerima kuota impor tekstil.
"Kami telah membentuk satgas khusus, ini di samping nanti ada juga satgas yang sinergis dengan K/L terkait, kita telah melakukan uji eksistensi ke lapangan. Jadi kita cek perusahaan-perusahaan yang disebutkan mendapatkan kuota, baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil dan menengah," kata Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam konferensi pers APBN KiTa, di Jakarta, Senin (18/11/2019).
Temuan tersebut berasal dari 179 perusahaan yang memiliki kuota impor tekstil dan telah dilakukan pemeriksaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lakukan cek ke 179 perusahaan. Dan kita telah menyimpulkan bahwa ternyata 17 perusahaan tidak valid," ungkap Heru.
Dari 17 perusahaan yang ditemukan Kemenkeu sebagai importir tekstil yang tidak valid, di antaranya terhadap perusahaan 'bodong' atau fiktif, perusahaan yang tidak melakukan kegiatan sama sekali, perusahaan yang sudah diblokir, dan perusahaan yang pindah alamat namun tak melaporkannya.
"Ada beberapa yang fiktif, perusahaan tidak ditemukan, kemudian juga ada beberapa perusahaan yang tidak melakukan kegiatan sama sekali yang kita khawatirkan ini adalah mengenai validitas dari pada kuota, kemudian ada satu yang sudah terblokir, ada satu yang sudah pindah alamat tapi tidak lapor," jelas Heru.
Sebanyak 17 perusahaan tersebut secara resmi sudah diblokir pemerintah dengan melakukan pemeriksaan administratif, dan juga kepatuhannya membayar pajak.
"Tentang 17 perusahaan ini sebagai tambahan dari blokir yang sebelumnya sudah dilakukan. Jadi bea cukai dengan pajak melakukan verifikasi terkait dengan kepatuhan pajak, kita rekonsiliasi antara dokumen bea cukai dan dokumen pajak. Kita sudah lakukan blokir sebanyak 109 perusahaan," papar dia.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Pemerintah akan terus memperketat pengawasan terhadap impor tekstil. Hal tersebut dilakukan untuk menghadang badai impor tekstil yang bisa merusak industri tekstil dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pengawasan impor tekstil tak hanya dilakukan di pusat logistik berikat (PLB) dan juga kepada importirnya langsung.
"Poinnya adalah kita akan tetap memperketat pengawasan baik melalui PLB maupun dari sisi pelakunya sendiri. Sehingga kita tetap bisa menjaga safe guard dari pada perekonomian kita dengan regional dan global," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Senin (18/11/2019).
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan, pemerintah secara bertahap melakukan jurus-jurus yang dinilai ampuh menghadang badai impor tekstil.
"Kami meyakini bahwa dengan tiga, yaitu perubahan policy, kemudian pendalaman verifikasi dan cek sampai ke hilir insyaallah kita akan bisa menyelesaikan masalah impor TPT (tekstil dan produk tekstil)," ujar Heru.
Mengenai perubahan policy atau aturan, pemerintah menerbitkan PMK 161,162, dan 163 tahun 2019, Permendag 77 tahun 2019, dan juga Peraturan Dirjen Bea dan Cukai nomor 14 tahun 2019.
"Dari sisi regulasi Permendag juga sudah diubah, terbit Permendag 77 tahun 2019, dan juga kami melakukan perubahan regulasi terkait dengan impor melalui PLB melalui Peraturan Dirjen nomor 14 tahun 2019. Dan PMK Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS)," papar Heru.
Untuk tindakan verifikasi, Dirjen Bea dan Cukai memeriksa 179 perusahaan yang memiliki kuota impor tekstil. Dari 179 perusahaan tersebut, 17 di antaranya adalah perusahaan yang tak valid baik fiktif, terblokir, dan sebagainya.
Heru menilai, langkah-langkah tersebut mampu menjawab kekhawatiran industri tekstil dalam negeri akan maraknya impor tekstil.
"Saya kira dengan demikian pemerintah telah melakukan beberapa hal tindak lanjut dari pada concern pengusaha untuk perlindungan terhadap industri tekstil," pungkas Heru.
Halaman Selanjutnya
Halaman