Berkembangnya Cold Storage Jadi Bukti Eksistensi PLN di Karimun

Berkembangnya Cold Storage Jadi Bukti Eksistensi PLN di Karimun

Advertorial - detikFinance
Rabu, 20 Nov 2019 00:00 WIB
Seorang pegawai sedang memindahkan balok es batu dari perusahaan milik Api (Foto: detikcom/Rengga Sancaya)
Jakarta -

Perusahaan Listrik Negara (PLN) sudah hadir dan menyediakan sumber energi bagi masyarakat Pulau Karimunbesar sejak tahun 1990-an. Tak terkecuali bagi mereka yang menjalankan bisnis di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia-Singapura ini.

Salah seorang pengusaha pabrik es batu Cong Cang Hai, Api, yang tinggal di Sei Pasir, Meral, Tanjung Balai Karimun jadi saksinya. Api mengatakan membuat bisnis es batu sekitar sejak tahun 1999. Es batu ini ia jual untuk nelayan kecil yang akan pergi melaut dan pedagang ikan di pasar terdekat.

"Pertama buka sudah pakai listrik PLN. Agak ringan, kalau genset sendiri biaya minyak itu tekor. Sekarang sudah 10 tahun tak pakai mesin genset lagi, ini pakai listrik semua," ucap Api saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

"Normal (nyalanya), tak ada mati-mati listrik PLN," imbuhnya.

Api menjelaskan, pembuatan es batu memakan waktu 24 jam atau sehari semalam dari listrik 300 kVA. Saat musim melaut tiba, perusahaannya memproduksi sekitar 5 hingga 10 ton es batu per harinya.

Satu balok es batu berukuran 50 kg yang kemudian dihaluskan dijual Rp 25 ribu. Nelayan biasanya membawa 3-5 balok es batu ini ke laut yang bisa tahan selama satu minggu.

"Musim ke laut (para nelayan) baru pada minta. Ada yang 3 kg, 5 kg. Musim laut (bisa produksi) 10 ton adalah. Kalau musim istirahat, tak ada atau jarang-jarang produksi," ucap Api.

"Sekarang cuma (buat kebutuhan) di pasar, paling 5 ton. Karyawan ada 6 orang. Kalau tak ada apa-apa omzet bersih bisa Rp 10 juta per bulan. Itu tak termasuk biaya memperbaiki mesin kalau ada yang rusak," jelas Api.

Berkembangnya Cold Storage Jadi Bukti Eksistensi PLN di KarimunAlat pencetak balok es batu (Foto: detikcom/Rengga Sancaya)
Saat sedikit permintaan dan tak ada produksi, Api memanfaatkan es batu dalam ruang penyimpanan sekitar 10 ton untuk dijual. Meskipun bisnisnya masih berjalan, Api mengakui, kini bisnis es batunya agak meredup sejak pelaut lebih memanfaatkan freezer dan berkurangnya jumlah nelayan di Karimun.

"Lancar tahun 90-an. Dulu lancar, tiap hari kapal-kapal besar isi es terus. Sekarang sudah jarang nelayan, kapal nelayan pergi jauh dan tak balik lagi," ucapnya.

Lain Cong Cang Hai, lain PT Abe 88 yang bergerak di bidang penampungan dan pengumpul ikan. Perusahaan yang berada di Jalan Nusantara, Karimun ini semakin maju karena terus menjual produk ikannya untuk warga setempat hingga Jakarta maupun ekspor ke Singapura.

Pengurus PT Abe 88, Ako, mengatakan perusahaan yang dikelolanya ini sudah berdiri sejak tahun 90-an. Perusahaannya menggunakan menggunakan cold storage sebagai tempat mengumpulkan ikan sejak tahun 2010.

Perusahaan ini memiliki 4 cold storage yang masing-masing bisa menampung 40 hingga 50 ton ikan. Ako mengatakan mengumpulkan semua jenis ikan dari nelayan, kecuali jenis ikan yang dilindungi berdasarkan keputusan Kementerian KKP.
Berkembangnya Cold Storage Jadi Bukti Eksistensi PLN di KarimunPLN sudah menyediakan sumber energi bagi masyarakat Pulau Karimunbesar sejak tahun 1990-an (Foto: 20detik/Wirsad Hafiz)
"Mereka (nelayan) jual (ikan) di gudang. Terus disortir, ditimbang, dibersihkan semua, dicuci, dikasih size, masuk pemasak. Sekitar 5 hingga 6 jam sudah keras dan masuk ke pengumpul cold storage," ucap Ako.

Menurut Ako, lewat cold storage, ikan bisa tahan hingga satu bulan. Meskipun rata-rata, lanjut Ako, ikan-ikan ini sudah terjual sebelum masa kadaluarsa tersebut. Sekitar 2 hingga 3 bulan sekali, ikan-ikan ini ada yang dikirim ke Jakarta serta jenis ikan tenggiri bisa ekspor ke Singapura.

Untuk sumber energi, Ako mengatakan sebelumnya memakai suplai listrik dari PLN dan bantuan genset. Namun, kini hanya menggunakan dari PLN karena memiliki daya yang sudah lebih dari cukup dan lebih efektif hanya dari satu sumber energi.

"Dulu pakai 2 meteran, masing-masing 50 Ampere, dibagi untuk ini dan itu. Sekarang ada 160 Ampere. Nggak perlu jalan dua 2 meteran, sekaligus genset nggak perlu jalan. Dulu satu hari (buat biaya listrik) bisa jutaan. Sekarang berkurang 50 persenan atau selisih Rp 20-30 juta (untuk biaya listrik per tahunnya)," ucap Ako.

"Sekarang dari PLN, sudah masuk ampere yang kita minta. Genset kita putus, cuma jadi serep. Barang elektronik kita jadi tidak mudah rusak. Barang-barang dengan kualitas bagus, ikan pun bagus," pungkas Ako.

Detikcom bersama PLN mengadakan program Tapal Batas yang mengulas mengenai perkembangan infrastruktur listrik, perekonomian, pendidikan, pertahanan dan keamanan, hingga budaya serta pariwisata di beberapa wilayah terdepan.

Ikuti terus berita tentang ekspedisi di pulau-pulau terdepan Indonesia di tapalbatas.detik.com!


(adv/adv)