"Pak Ahok diharapkan bisa memberikan masukan atau pun bisa melakukan pengawasan secara komprehensif kepada direksi sehingga apa yang ditargetkan oleh Pak Jokowi terkait dengan pemberantasan mafia migas, terus juga mengurangi CAD. Karena kita tahu sektor bahwa sektor migas (minyak dan gas) adalah sebagai penyumbang terbesar CAD, di mana impor terbesar memang dilakukan oleh Pertamina," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan kepada detikcom, Sabtu (23/11/2019).
Dalam memperbaiki CAD tersebut, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto menuturkan bahwa Pertamina yang akan diawasi Ahok nanti harus meningkatkan produksi minyak (lifting) yang tak pernah mencapai target nasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Fakta Ahok Jadi Komut Pertamina |
Toto mengatakan, dalam melaksanakan hal tersebut Pertamina harus meningkatkan upaya eksplorasi dan eksploitasi migas.
"Ini berarti harus meningkatkan usaha eksplorasi dan tahap eksploitasi, baik onshore maupun offshore. Butuh teknologi dan juga investasi besar dengan risiko yang juga tinggi," papar Toto.
Menambahkan PR Ahok, Mamit berpendapat bahwa Ahok juga harus menggenjot lagi program bahan bakar minyak (BBM) satu harga di Indonesia.
"Nah selain itu juga saya kira Ahok harus memastikan bahwa program BBM satu harga terus berjalan. Karena bagaimana pun ini adalah program yang baik dan harus diteruskan," imbuh Mamit.
Terakhir, Mamit juga menyebutkan bahwa Ahok harus berkontribusi dalam memperbaiki kebijakan peredaran elpiji subsidi 3 kilogram (kg) yang juga menjadi biang kerok dalam neraca dagang migas Indonesia.
"Dan pasti adalah elpiji, sebagai impor terbesar. ini yang harus dilakukan Ahok. Apakah kalau dia bisa mengambil keputusan untuk menaikkan harga elpiji 3 kilogram(kg), atau dia bisa membuat keputusan dengan distribusi tertutup untuk elpiji 3 kg. Karena disparitas harga sangat tinggi antara elpiji 3 kg dan non subsidi," tutup Mamit.
(fdl/fdl)