Ada yang gajinya di bawah angka Upah Minimum Regional (UMR), bahkan ada yang berbulan-bulan tidak dibayar. Dengan begitu, tentu guru honorer sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan catatan detikcom, berikut kumpulan cerita pilu yang dialami guru honorer:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tinggal di WC Sekolah
Foto: Rifkianto Nugroho
|
Pendapatannya sebagai guru honorer sejak 2004 di sekolah itu, hanya sekitar Rp 350 ribu yang dibayarkan pertiga bulan.
Untuk kebutuhan sehari-hari, ia menjual makanan kecil untuk murid-murid. Suaminya sendiri bekerja serabutan. Nining mengaku punya 2 anak. Satu sekolah di tingkat MTS dan satu kerja.
Gaji Jauh dari UMR
Foto: Rifkianto Nugroho
|
Fristy mengatakan penghasilannya sebagai guru honorer tergantung dari jumlah jam mengajar di sekolah tersebut. Setiap jam pelajaran, pihak sekolah memberikan upah Rp 50 ribu, selain itu Fristy tak boleh mengajar lebih dari 24 jam pelajaran dalam sebulan.
Dari upahnya sebagai guru honorer tersebut, rata-rata dalam setiap bulan Fristy mendapatkan penghasilan Rp 1-1,2 juta. Untuk menutupi kebutuhan hidupnya, Fristy mengaku juga bekerja di tempat lain, selain menjadi guru honorer.
Penghasilan Lebih Besar dari Ojek Online
Foto: Rifkianto Nugroho
|
Untuk mendapatkan penghasilan UMK para guru dibebankan beberapa syarat. Salah satunya harus mengajar secara linear.
"Linear itu lulusan IPS mengajar IPS, IPA ke IPA lagi. Kalau guru SMP bisa, tapi kalau SD kan itu tidak. Mereka hanya ada guru bidang, olahraga dan agama," ujar Dadan kepada detikcom, Kamis (7/2/2019).
Sementara untuk ikut persyaratan linear para guru harus kembali kuliah agar sesuai dengan bidang mereka mengajar. Di sisi lain, biaya untuk kuliah tak sebanding dengan penghasilan yang mereka dapat.
Dadan mencontohkan satu jam pelajaran mereka dibayar Rp 20 ribu. Sementara dalam satu bulan maksimal mengajar 24 jam.
"Jadi kalau ditotal rata-rata kita itu mendapat honor Rp 480 ribu per bulan. Jauh dari UMK yang Rp 3,3 juta," katanya.
Selain mendapat honor tersebut, para guru juga mendapat Rp 1 juta per bulan dari Disdik Kota Bandung. Meski ditambah uang tersebut tetap para guru belum menikmati honor UMK.
"Akhirnya banyak dari guru yang cari sampingan. Sekarang itu banyak yang jadi ojek online. Kalau saya (tambahan) mengajar seni dan ekskul. Akhirnya fokus mengajar juga terbagi," tutur Dadan.
Profesi ojek online untuk sampingan salah satunya dilakoni oleh Yayat, guru SMPN 4 Kota Bandung. Ia terpaksa melakoni hal tersebut untuk menutupi pengeluaran bulanan.
"Saya biasanya nge-Grab beres mengajar. Hasilnya tentu lebih besar dari honor saya mengajar," kata Yayat tanpa membocorkan penghasilan dari ojek online.
Halaman 2 dari 4