Meski Indonesia masuk dalam daftar country review, atau negara-negara yang dievaluasi dalam pemberian GSP oleh pemerintahan Donald Trump tersebut, namun hingga saat ini AS tak mencabut fasilitas itu.
"Tidak ada setop, tetap, terus," tegas Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga di kantornya, Jakarta, Senin (25/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan ini kan proses untuk realisasi. Diskusi yang kami selenggarakan di sana bersama United States Trade Representative (USTR) berkaitan dengan realisasi justru," papar Jerry.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perundingan Bilateral Ni Made Ayu Marthini menjelaskan, hingga kini AS masih memberikan fasilitas GSP terhadap 3.572 produk Indonesia. Namun, Indonesia baru melakukan ekspor terhadap 836 produk.
"Indonesia sebagai negara berkembang itu eligible 3.572. Nah sekarang kita memanfaatkannya 836. Jadi masih banyak yang belum kita manfaatkan. Nah justru diplomasi yang kita lakukan ini offensive untuk mempertahankan agar program ini tetap," terang Made.
Kemudian, di waktu yang sama juga, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag, Kasan Muhri mengungkapkan, contoh produk Indonesia yang diekspor ke AS dengan bea masuk 0% di antaranya perhiasan, ban, koper, tas, dan lain-lain.
"Yang banyak itu pertama koper dan tas dari kulit, kedua ban, lalu perhiasan," imbuh Kasan.
Adapun evaluasi yang dilakukan AS terhadap Indonesia, sehingga munculnya isu pencabutan GSP ini disebabkan oleh neraca dagang AS yang defisit terhadap produk-produk yang diimpor dari Indonesia.
"Kita kan coba memahami dia (AS), yang tahu persis alasan kan dia sebenarnya. Cuma kita lihat oh iya kita membuat dia defisit," tutup Kasan.
(fdl/fdl)