Fasilitas Bebas Bea Masuk ke AS Diperpanjang Bulan Depan

Fasilitas Bebas Bea Masuk ke AS Diperpanjang Bulan Depan

Vadhia Lidyana - detikFinance
Senin, 25 Nov 2019 16:07 WIB
Foto: Vadhia Lidyana/detikcom
Jakarta - Saat ini Indonesia masih termasuk dalam negara-negara yang dilakukan evaluasi terhadap pemberian fasilitas bebas bea masuk ke Amerika Serikat atau Generalized System of Preferences (GSP).

Evaluasi atau yang disebut country review tersebut dilakukan, sebab AS merasa bahwa neraca dagangnya defisit atas produk-produk ekspor dari Indonesia.

Oleh sebab itu, melalui pertemuan delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga dengan Deputy United States Trade Representative (USTR), Jeffrey Gerrish, Indonesia tengah mengejar status perpanjangan fasilitas GSP tersebut pada bulan Desember mendatang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Washington DC kami mengadakan pertemuan dengan USTR, Ambassador Gerrish, itu deputinya. Dan kami menyampaikan kembali pentingnya GSP. Kami meminta dalam waktu dekat, kalau bisa tahun ini GSP bisa segera direalisasikan (perpanjangannya," kata Jerry di kantornya, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Dalam perpanjangan fasilitas GSP ini, ada 11 syarat dari AS yang harus diselesaikan oleh Indonesia. Jerry mengatakan, 8 syarat di antaranya sudah diselesaikan. Sehingga, kini tersisa 3 persyaratan dari AS yaitu terkait dengan licensing atau hak paten, lokalisasi data perusahaan AS di Indonesia, dan kontribusi perusahaan asing dalam industri asuransi di Indonesia.


"Mudah-mudahan Desember nanti selesai. Tentu ada terms-terms yang kami bahas seperti licensing, lokalisasi data, dan re-asuransi. Ini tiga hal tersisa yang sedikit lagi sedang disepakati dan diputuskan. Sebelumnya ada 8 item yang sudah selesai," terang Jerry.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag, Kasan Muhri menjelaskan, untuk persyaratan hak paten, penyelesaiannya dilakukan dengan Kementerian Hukum dan HAM.

"Ada aturan paten yang periode berapa lama harus dibuat di sini. Lisensi itu sudah diakomodir oleh Kemenkumham," jelas Kasan.

Di waktu yang sama juga, Direktur Perundingan Bilateral Ni Made Ayu Marthini menjelaskan bahwa AS juga merupakan pihak yang diuntungkan dalam program ini. Ia membeberkan, pada September 2019 saja industri AS dapat menghemat tarif impor hingga US$ 80 juta atau sekitar Rp 1,12 triliun.

"Yang untung sebetulnya dua-duanya. Jadi menurut data Amerika, September 2019 itu importir Amerika menghemat atau dia tidak perlu bayar duty US$ 80 juta. Jadi sebetulnya untung dia, jadi barangnya lebih murah. Jadi kita juga ekspor lebih murah, dan mereka impor lebih murah, jadi win-win sebetulnya," pungkas Made.




(fdl/fdl)

Hide Ads