Dalam sejarahnya, tol Cipali sebenarnya sudah digagas dari era Presiden Soeharto. Dengan berbagai permasalahan, rencana pembangunan tol sepanjang 116,75 km itu mangkrak.
Barulah di era Presiden SBY, tol ini bisa terealisasi. Ironisnya yang merealisasikan adalah perusahaan dari Malaysia PEIB. Saat itu porsi kepemilikannya 55% sisanya dimiliki PT Baskhara Utama Sedaya (BUS) sebanyak 45% dengan hak konsesi 35 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek tol yang awalnya diestimasikan menelan biaya Rp 12,5 triliun itu dilakukan groundbreaking pada 8 Desember 2011. Saat itu Menteri Kerja Raya Malaysia Datuk Seri Shaziman Bin Abu Mansor turut hadir. Ini merupakan proyek tol Indonesia pertama yang diinisiasikan oleh investor Malaysia.
Saat itu Presiden Direktur PT LMS Muhammad Fadzil mengatakan pembiayaan akan dilakukan dengan pendanaan pinjaman dari sindikasi perbankan akan segera terealisasi dengan nilai kurang lebih Rp 8,8 triliun.
Sindikasi itu dipimpin oleh Bank Mandiri dan BCA. Di dalamnya juga ada bank-bank dari Malaysia.
Tol Cipali pun akhirnya diresmikan pada 13 Juni 2015 lalu. Biaya yang dihabiskan untuk membangun tol ini mencapai Rp 13,7 triliun.
Lalu, pada 18 Januari 2017 Saratoga menjual saham BUS (45%) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Kemudian, saham tersebut dibeli oleh ASTRA Infra
ASTRA Infra pun ternyata memiliki rencana untuk menambah kepemilikan saham LMS. Akhirnya niatan itu terealisasi. Pada 28 November 2019 dilakukan penandatanganan perjanjian pembelian 55% seluruh saham milik PEIB di LMS melalui PT Baskhara Utama Sedaya (BUS) bersama-sama dengan Canada Pension Plan Investment Board (CPPIB).
Dengan selesainya proses akuisisi ini, maka saham LMS kini seluruhnya dimiliki oleh ASTRA Infra 55% dan CPPIB 45%.
(das/fdl)