Kini, Lippo hanya menggenggam sekitar 30% di startup dompet digital itu.
"Bukan melepas, adalah kita menjual sebagian. Sekarang kita tinggal sekitar 30-an % atau satu pertiga. jadi dua pertiga kita jual," kata Pendiri sekaligus Chairman Lippo Group Mochtar Riady dalam acara Indonesia Digital Conference (IDC), Kamis (28/11/2019) dikutip dari CNBC Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bakar duit merupakan istilah yang kerap dijumpai pada pengembangan perusahaan rintisan atau startup. Langkah ini bertujuan untuk promosi.
Konsep Bakar Duit
Foto: Rachmatunnisa/detikINET
|
"Kenapa merugi? Karena pendapatan dan pengeluaran lebih banyak pengeluaran," katanya kepada detikcom, Jumat (29/11/2019).
Dia menjelaskan, pengeluaran perusahaan membengkak karena untuk berbagai keperluan seperti memberi diskon atau cashback.Tujuannya, untuk menarik pengguna dan mengembangkan pasar. Sejumlah pengeluaran untuk menarik pengguna inilah yang disebut bakar duit.
"Pengeluaran besar dipakai untuk akuisisi pengguna sekitar Rp 100-150 ribu per pengguna. Belum lagi untuk promo diskon atau cashback. Ini yang kemudian disebut bakar uang," jelasnya.
Apakah Lippo rugi lepas sahamnya di OVO? Belum tentu. Heru mengatakan, ada dua kemungkinan. Pertama, memang Lippo melepas sahamnya agar tak terjebak ke lubang yang lebih dalam.
Kedua, Lippo bisa saja mendapat untung karena ia telah menempatkan modalnya lebih awal. Apalagi, OVO saat ini telah menyandang status unicorn yakni memiliki valuasi atau bernilai di atas US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000).
"Saya belum mendalami apa yang dilakukan Lippo. Bisa jadi benar bahwa ini strategi mereka upaya agar tidak terseret ke lubang bakar duit yang lebih dalam, atau meski lepas saham, Lippo sudah mengambil keuntungan dari saham yang dilepas dibanding ketika saat dulu investasi," katanya
Bakar Duit Tak Terpisahkan dari Startup
Foto: Rachmatunnisa/detikINET
|
"Bakar uang memang keniscayaan dalam bisnis startup," kata Heru Sutadi kepada detikcom.
Dia menjelaskan, bakar duit dilakukan untuk menarik pengguna. Duit yang dibakar ditujukan untuk memberi diskon atau cashback kepada pelanggan. Lanjutnya, bakar duit bisa saja berhasil jika pelanggan terus bertambah.
"Bakar uang berhasil jika pengguna bertambah dan pengguna lama terus aktif menggunakan layanan secara berkala, harapannya setiap hari," terangnya.
Tentu saja, bakar duit bukan hal yang tidak berisiko. Bakar duit juga tergantung dari kekuataan permodalan. Biasanya, itu akan berhenti jika ada sumber pembiayaan baru seperti pelepasan saham ke publik atau initial public offering (IPO).
Dia melanjutkan, saat bakar duit usai pun risiko masih membayangi karena pelanggan akan menyusut. Sebab, harga barang menjadi lebih mahal.
"Tanpa promo diskon dan cashback pengguna mulai berpikir ini. Harga yang dijual jadi mahal," ungkapnya.
Lepas Saham OVO, Lippo Buka Suara
Foto: Ardan Adhi Chandra
|
Presiden Direktur Multipolar Group yang juga Direktur Lippo Group Adrian Suherman pun buka suara setelah sebelumnya ada kabar pelepasan saham OVO.
"Kami ingin menegaskan bahwa Lippo sangat berkomitmen dalam mendukung pertumbuhan juga perkembangan OVO sebagai perusahaan fintech e-money Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (29/11/2019).
Meski begitu dia tidak menampik bahwa ada pihak lain yang memegang saham OVO. Dia menyebutnya sebagai mitra untuk mengembangkan OVO.
"Dengan membuka peluang bagi mitra untuk mendukung OVO, kami tentunya percaya bahwa dengan ini OVO dapat tumbuh dan berkembang. Komitmen besar kami, dengan membawa mitra baru, adalah agar OVO terus dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat," tambahnya.
Halaman 2 dari 4