Pak Jokowi, Bangun Tol atau Pindah Ibu Kota Bukan Solusi Atasi Macet

Pak Jokowi, Bangun Tol atau Pindah Ibu Kota Bukan Solusi Atasi Macet

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Sabtu, 07 Des 2019 18:00 WIB
Tol Jakarta-Cikampek Padat Merayap/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Berusaha menyelesaikan masalah lalu lintas dengan membangun lebih banyak jalan seperti memadamkan api dengan bensin. Itulah kalimat yang terlontar dari mantan Wali Kota Bogota, Enrique PeΓ±alosa mengenai masalah kemacetan di Bogota yang tak kunjung usai.

Ibu kota Kolombia tersebut dikenal sebagai salah satu kota dengan kemacetan terparah di dunia. Namun masih banyak kota di dunia yang masih berusaha memangkas kemacetan dengan membangun lebih banyak jalan raya atau tol.

Formula tersebut juga masih diterapkan di Indonesia. Jakarta sebagai salah satu kota termacet di dunia juga masih menerapkan pola yang sama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada peresmian tol Kunciran-Serpong, Jumat (6/12) kemarin, Presiden Jokowi sempat mengatakan pengoperasian tol baru diharapkan mampu mengurangi kemacetan yang ada. Dia bercerita bahwa dirinya menerima banyak keluhan mengenai kemacetan di daerah tersebut.

"Saya sering mendengar keluhan orang yang bulak balik dari Banten ke Jakarta, katanya Pak kita ini bisa tua di jalan karena macet. Belum biaya yang kita keluarkan untuk BBM, padahal di era persaingan antar negara yang semakin sengit kecepatan akan sangat menentukan, yang cepat akan mengalahkan yang melambat," kata Jokowi.

Kota Termacet di Dunia Data StatistaKota Termacet di Dunia Data TomTom Traffic Index/Foto: Dok. Forbes


Pada akhir 2020 mendatang, Jakarta bahkan akan dikelilingi 110 km tol baru. Jokowi berharap beroperasinya jalan bebas hambatan baru tersebut dapat mengurangi beban jalan di Jakarta.

Padahal, dari sejarah yang ada pembangunan jalan baru tak pernah menjadi solusi permanen mengatasi kemacetan. Hal ini juga dialami oleh kota Nairobi di Kenya.



Sepuluh tahun yang lalu, sebuah proyek perluasan jalan Nairobi-Thika dimulai untuk mengatasi kemacetan di kota Nairobi. Jalan Nairobi-Thika diperluas dari empat lajur menjadi delapan, dan di beberapa bagian bahkan menjadi 12 lajur.

Meskipun perluasan jalan membuat lebih banyak mobil bisa melintas, namun niat untuk mengurangi kemacetan belum terpenuhi. Jalan baru membuat mobil laiknya gas yang terus mengisi ruang yang tersedia.

Jalan Thika tidak menjadi lebih baik. Bertambahnya kapasitas jalan malah membuat macet menjadi-jadi, bahkan tidak lebih baik dari empat lajur yang sebelumnya.

Dampak lingkungan dari jalan tersebut sangat mengerikan. Khususnya, telah terjadi peningkatan emisi dan kualitas udara yang memburuk.

Secara ekonomi, jelas ada kehilangan waktu dan uang. Kemacetan juga menyebabkan kenaikan tarif selama jam sibuk untuk mengkompensasi waktu yang dihabiskan dalam lalu lintas.

Karena itu, tidak diragukan lagi bahwa membangun jalan baru bukan jalan keluar dari kemacetan. Buktinya, setiap tahun jalan baru dibangun di Jakarta dan sekitarnya, hasilnya tetap nihil.

Pekan lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan sempat tertahan macet sampai 30 menit saat melintas di jalanan Jakarta. Jokowi terjebak macet saat berada di kawasan Jalan Prof Dr Satrio, Jakarta Selatan.

"Ya itulah kenapa Ibu kota dipindah, dan karena alasan yang banyak lainnya," kata Jokowi menjelaskan kondisi kemacetan yang menimpanya.



Pakar transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan pemerintah harus segera membenahi transportasi umum sebagai solusi mengatasi masalah kemacetan di ibu kota.

Pembenahan transportasi umum juga harus dibarengi dengan sejumlah kebijakan lainnya demi mendorong efektifitas program pengentasan kemacetan. Kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) diharapkan segera diekseksui demi peningkatan kualitas layanan transportasi.

"Pemda yang cerdas akan menciptakan sejumlah program untuk menopang kebijakan ini. Namun sebaliknya, pemda bisa menganggap program ini gangguan kepemimpian di daerahnya. Hal ini merupakan tantangan bagi BPTJ untuk mewujudkan ERP," kata Djoko.

Djoko memaparkan, pemerintah telah melancarkan strategi push and pull untuk mengentaskan kemacetan selama ini. Strategi push, yakni mendorong untuk meninggalkan kendaraan pribadi. Sementara strategi pull, yaitu menarik untuk beralih ke transportasi umum.

Sejak 2018 sudah dilakukan manajemen lalu lintas dengan kebijakan plat kendaraan ganjil genap di jalan tol masuk kota Jakarta. Selain itu, pembangunan simpul transportasi umum dan penambahan layanan angkutan umum juga sudah dilakukan.

Namun hal ini perlu diantisipasi dengan kebijakan lain mengingat sifatnya yang bukan merupakan kebijakan jangka panjang. Jalan berbayar ERP lebih tepat diterapkan sebagai pengganti kebijakan ganjil genap.

Selain itu, pembangunan moda transportasi umum harus lebih banyak dilakukan dan sesegera mungkin. Pembangunannya juga harus berimbang antara seluruh moda transportasi dan kalau bisa menggunakan moda yang ramah lingkungan dan keberlanjutan.

Perencanaannya juga harus terintegrasi lintas sektoral yang konsisten dan saling melengkapi. Tujuannya agar ongkos transportasi bisa lebih hemat lagi. Untuk itu, pemda juga wajib memberikan subsidi operasional bagi transportasi umum.

Hide Ads