Mau Tekan Impor Baja, Jokowi Harus Bereskan Dulu Tumpang Tindih Aturan

Mau Tekan Impor Baja, Jokowi Harus Bereskan Dulu Tumpang Tindih Aturan

Trio Hamdani - detikFinance
Jumat, 13 Des 2019 13:20 WIB
Anggota Komisi VI DPR Andre Rosiade/Foto: Ari Saputra
Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pentingnya akselerasi implementasi program perindustrian dan perdagangan untuk menekan impor besi dan baja. Pihak DPR pun menyambut baik kebijakan tersebut karena akan mendorong peningkatan produksi dalam negeri.

"Saya mendukung 100% perintah Presiden Jokowi untuk menekan impor dan mendorong pengembangan industri pengolahan dalam negeri seperti pada industri baja dan petrokimia," ujar Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade, dalam keterangan tertulis, Jumat (13/12/2019).

Menurut Andre, prioritas saat ini adalah pembenahan regulasi bukan sekedar masuknya investasi asing.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"PR besar kita adalah regulasi bukan sekedar masuknya investasi asing. Regulasi yang ada antar kementerian seringkali tumpang tindih. Saya contohkan pada Industri baja, di mana kita ingin agar industri baja kita kuat tetapi ternyata ada Permendag 22/2018 yang mempermudah impor baja dari Tiongkok. Percuma kita melakukan restrukturisasi besar-besaran hingga Rp 40 triliun pada Krakatau Steel bila regulasi tidak mendukung," Jelas Andre.


Dalam mengatasi defisit neraca perdagangan, selain menggalakkan ekspor, menekan impor juga perlu dilakukan. Oleh karena itu, mendorong tumbuhnya industri substitusi impor adalah suatu keharusan.

"Seperti yang sudah disampaikan oleh Pak Presiden Jokowi nilai impor kita dari baja dan petrokimia mencapai US$ 13,5 Miliar, ini angka yang sangat besar. Seandainya kita bisa mencari substitusi impornya saya yakin neraca perdagangan kita akan lebih baik". Jelas Politisi asal Sumatera Barat ini.

Selain soal regulasi yang perlu saling dukung, Andre menekankan tentang pentingnya membangun industri masa depan.



Lebih lanjut Andre menyampaikan bahwa pembangunan industri masa depan seperti petrokimia adalah suatu keharusan, banyak turunan produk yang dapat dibuat dan memberi dampak multiplier effect yang besar bagi perekonomian.

"Saat ini Pupuk Indonesia berencana untuk membangun pabrik methanol dan ada opsi untuk menjadi mayoritas, namun saya dengar ada tekanan agar Pupuk Indonesia bekerjasama dengan pihak asing lain dan diminta untuk menjadi pemilik saham minoritas saja. Ini kan praktik yang tidak tepat," tutur Ketua DPD Gerindra Sumatera Barat ini.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menekan impor besi dan baja serta petrokimia. Pasalnya itu menjadi salah satu penyumbang defisit transaksi berjalan.

Arahan tersebut disampaikannya saat membuka rapat terbatas (ratas) mengenai akselerasi implementasi program perindustrian dan perdagangan di Kantor Presiden, Jakarta Pusat.


Merujuk data BPS, dia menyebut impor bahan baku atau bahan baku penolong memberikan kontribusi yang besar, yaitu 74,06% dari total impor Januari sampai Oktober 2019. Sedangkan impor barang modal angkanya mencapai 16,6%, dan impor barang konsumsi 9,29%.

"Kalau kita lihat lebih dalam lagi jenis barang bahan baku yang masih besar angka impornya antara lain adalah besi baja yang mencapai US$ 8,6 miliar, dan industri kimia organik atau petrokimia yang mencapai US$ 4,9 miliar, dan juga industri kimia dasar," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Hide Ads