Dikeluhkan Basuki, Biang Kerok Mandeknya Normalisasi Ciliwung Terungkap!

Dikeluhkan Basuki, Biang Kerok Mandeknya Normalisasi Ciliwung Terungkap!

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 03 Jan 2020 05:55 WIB
Foto: Rolando/detikcom
Jakarta - Banjir besar melanda Jakarta di awal 2020. Normalisasi Kali Ciliwung yang mandek diperkirakan jadi biang keladinya.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, hanya 16 km bantaran kali yang sudah selesai normalisasi, padahal panjang total kali sekitar 33 km. Proyek tersebut malah mandek sejak dua tahun lalu.

Senada dengan Basuki, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane Bambang Hidayah memang mengakui proyek mandek. Lantas apa sih masalahnya bisa sampai mandek?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bambang menyebut pembebasan lahan yang lambat dari Pemprov DKI Jakarta jadi masalah utama proyek normalisasi mandek. Menurutnya, kalau sudah ada progres lahan yang dibebaskan pihaknya akan cepat menyelesaikan proyek normalisasi ini.

"Intinya, kita tuh kalau udah ada sekian meter sekian luas lahan bebas, cepat kita kerja. Yang penting tuh lahan," ungkap Bambang kepada detikcom, Kamis (2/1/2020).

Soal pembebasan lahannya sendiri, Bambang mengatakan itu semua merupakan wewenang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Pokoknya, soal pembebasan lahan kan di Pemprov," kata Bambang.

Bambang bercerita selama ini lahan di bantaran Kali Ciliwung dipenuhi rumah-rumah penduduk yang padat dan kumuh. Penduduk-penduduk ini mesti direlokasi agar bantaran kali bisa dilebarkan.

"Ciliwung ini makin ke hilir makin sempit. Nah bantarannya padat dan kumuh sama rumah penduduk, itu mesti bebas mesti direlokasi biar kita bisa kerja," kata Bambang.

Bambang mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta soal lahan. Kendala pembebasan lahan terjadi karena berhadapan dengan warga DKI Jakarta di sekitar Sungai Ciliwung.

Dia bercerita masyarakat selalu melawan kalau lahannya mau dibebaskan untuk proyek penangkal banjir. Bahkan, sampai menuntut Pemprov DKI Jakarta ke meja hijau karena menolak lahannya dibebaskan.

"Kita ya kalau koordinasi terus ya. Masalahnya itu di masyarakat susah nggak mau kasih lahannya. Itu aja kemarin ada yang mau menggugat ke pengadilan jadi Pemprov ya susah bebasinnya," ungkap Bambang.

Normalisasi sendiri masuk dalam proyek penangkal banjir di Jakarta, bersama pembangunan waduk Ciawi dan Sukamahi, serta pembuatan sodetan ke Kanal Banjir Timur. Lantas bagaimana nasib proyek penangkal banjir yang lain?

Selain proyek normalisasi kali, masih ada proyek sodetan alias jalur air di bawah tanah yang bisa mengalirkan sebagian air dari Sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur.

Sama seperti, proyek ini juga mandek. Bambang menjelaskan seharusnya jalur sodetan sepanjang 1,27 km, namun hingga kini baru 600 m saja yang selesai.

Lagi-lagi proyek ini terkendala lahan. Dia menyatakan proyek mandek di daerah Bidara Cina, Jakarta Timur.

"Kan ada 1.270 meter ini baru 600 meter sudah selesai, nah 670 meter belum. Ini kan inlet (jalur) sodetannya itu di Bidara Cina belum bebas," ungkap Bambang.

Menurut Bambang, kedua proyek ini masih belum jelas kapan selesainya. Dia hanya bisa menunggu kejelasan pembebasan lahan baru bisa melanjutkan proyeknya.


Dua proyek tadi ada di hilir Sungai Ciliwung. Kalau di hulunya, pemerintah membangun dua waduk di daerah Puncak, Bogor yaitu Waduk Ciawi dan Sukamahi. Kedua waduk ini diharapkan dapat mengurangi debit aliran air yang datang ke Jakarta.

Waduk Ciawi sudah 44% konstruksinya, sementara Sukamahi 35% dan ditargetkan akhir tahun 2020 dua waduk penangkal banjir ini selesai pembangunannya.

"Fisiknya udah banyak lah. Kalau bendung itu, Ciawi 44% kalau Sukamahi 35%. Itu targetnya tahun ini akhir, selesai 2020," ungkap Bambang.

Kontrak pembangunan Bendungan Ciawi ditandatangani pada 23 November 2016 dengan kontraktor PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Sacna dengan nilai pekerjaan konstruksi Rp 798,7 miliar.


Hide Ads