Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, hanya 16 km bantaran kali yang sudah selesai normalisasi, padahal panjang total kali sekitar 33 km. Proyek tersebut malah mandek sejak dua tahun lalu.
Senada dengan Basuki, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane Bambang Hidayah memang mengakui proyek mandek. Lantas apa sih masalahnya bisa sampai mandek?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Intinya, kita tuh kalau udah ada sekian meter sekian luas lahan bebas, cepat kita kerja. Yang penting tuh lahan," ungkap Bambang kepada detikcom, Kamis (2/1/2020).
Soal pembebasan lahannya sendiri, Bambang mengatakan itu semua merupakan wewenang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Pokoknya, soal pembebasan lahan kan di Pemprov," kata Bambang.
Bambang bercerita selama ini lahan di bantaran Kali Ciliwung dipenuhi rumah-rumah penduduk yang padat dan kumuh. Penduduk-penduduk ini mesti direlokasi agar bantaran kali bisa dilebarkan.
"Ciliwung ini makin ke hilir makin sempit. Nah bantarannya padat dan kumuh sama rumah penduduk, itu mesti bebas mesti direlokasi biar kita bisa kerja," kata Bambang.
Bambang mengatakan pihaknya terus berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta soal lahan. Kendala pembebasan lahan terjadi karena berhadapan dengan warga DKI Jakarta di sekitar Sungai Ciliwung.
Dia bercerita masyarakat selalu melawan kalau lahannya mau dibebaskan untuk proyek penangkal banjir. Bahkan, sampai menuntut Pemprov DKI Jakarta ke meja hijau karena menolak lahannya dibebaskan.
"Kita ya kalau koordinasi terus ya. Masalahnya itu di masyarakat susah nggak mau kasih lahannya. Itu aja kemarin ada yang mau menggugat ke pengadilan jadi Pemprov ya susah bebasinnya," ungkap Bambang.
Normalisasi sendiri masuk dalam proyek penangkal banjir di Jakarta, bersama pembangunan waduk Ciawi dan Sukamahi, serta pembuatan sodetan ke Kanal Banjir Timur. Lantas bagaimana nasib proyek penangkal banjir yang lain?