"Pendapatan negara yang alami tekanan dan belanja yang terjaga maka keseimbangan primer kita alami kenaikan dari sisi defisit target Rp 20,1 triliun realisasinya Rp 77,5 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/1/2020).
Keseimbangan primer dalam APBN merupakan penerimaan dikurangi belanja negara, namun tidak memasukkan komponen pembayaran bunga utang. Artinya, bila keseimbangan primer bisa surplus, pemerintah tidak memerlukan utang baru untuk membayar pokok cicilan utang yang lama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Duh! APBN 2019 Masih Tekor Rp 353 Triliun |
Keseimbangan primer yang melonjak drastis dikarenakan penerimaan negara seret. Realisasi penerimaan negara mencapai Rp 1.957,2 triliun atau 90,4% dari Rp 2.165,1 triliun berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.545,3 triliun, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 405,0 triliun, dan hibah sebesar Rp 6,8 triliun.
Sedangkan belanja negara yang mencapai Rp 2.310,2 triliun atau 93,9% dari target Rp 2.461,1 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat Rp 1.498,9 triliun. Belanja pemerintah pusat terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) yang realisasinya Rp 876,4 triliun dan belanja non K/L sebesar Rp 622,6 triliun, dan subsidi Rp 201,8 triliun. Lalu berasal dari transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) sebesar Rp 811,3 triliun.
Dengan capaian tersebut maka defisit anggaran sampai per 31 Desember 2019 mencapai Rp 353,0 triliun atau 2,20% dari produk domestik bruto (PDB).
(hek/fdl)