Rentetan Masalah Jiwasraya dari Era SBY hingga Jokowi

Rentetan Masalah Jiwasraya dari Era SBY hingga Jokowi

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Jumat, 10 Jan 2020 16:16 WIB
Ilustrasi/Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - Kasus gagal bayar yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero) jadi sorotan. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan menyebut kasus ini berskala gigantik atau sangat besar hingga memiliki risiko sistemik.

Bahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut kasus ini sebenarnya merupakan persoalan lama. Dia bilang masalah Jiwasraya sudah terjadi sejak 10 tahun lalu.

"Ini persoalan yang sudah lama sekali, 10 tahun yang lalu. Problem ini yang dalam 3 tahun ini kita sudah tahu dan ingin menyelesaikan masalah ini," kata Jokowi di Novotel Balikpapan, Kaltim, Rabu (18/12) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Jokowi, BPK juga menyatakan masalah yang membeli BUMN asuransi itu sudah terjadi sejak lama. Jiwasraya, kata BPK, bahkan sudah bermasalah sejak tahun 2006 silam era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Saya ingin menyampaikan, kondisi sekarang kita adalah situasi yang mengharuskan kita untuk memiliki pilihan kebijakan yang hati-hati. Di mana kasus ini cukup besar, skalanya bahkan saya katakan gigantik, sehingga memiliki risiko sistemik," kata Kepala BPK Agung Firman Sampurna.


Agung mengatakan, Jiwasraya membukukan kerugian Rp 13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun.

Jiwasraya juga dihadapkan dengan kewajiban pengembalian dana nasabah yang mencapai Rp 12,4 triliun. Dana itu merupakan akumulasi kewajiban pencairan klaim polis yang gagal dibayar perusahaan sampai periode Oktober-Desember 2019.

Kasus Jiwasraya ini sendiri baru ramai ke publik saat 2018 lalu. Berikut rentetan kronologi masalah Jiwasraya sejak 2006:

2006
Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp 3,29 triliun.

BPK menyebut Jiwasraya memanipulasi laporan keuangan di tahun sejak 2006. Meski mencatatkan laba, namun laba itu disebut semu karena adanya rekayasa akuntansi.

2008
BPK memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp 5,7 triliun pada 2008 dan Rp 6,3 triliun pada 2009.

2010-2012
Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp 1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian Isa Rachmatawarta menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis.

Berlanjut di halaman berikut >>>



Pada Mei 2012, Isa menolak permohonan perpanjangan reasuransi. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar

2014
Saat mengalami masalah pada keuangan perusahaan, Jiwasraya justru menggelontorkan sponsor untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City.

2017
Jiwasraya membukukan laba sebesar Rp 360,3 miliar tetapi memperoleh opini adverse akibat adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. Jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan seharusnya perusahaan menderita kerugian.

Laporan keuangan Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp 21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp 2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.

2018
Jiwasraya membukukan kerugian 15,3 triliun dan sampai dengan September 2019 diperkirakan rugi sebesar Rp 13,7 triliun. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun.


Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp 10,9 triliun. Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama

Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya. Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.

Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya.

Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai terbuka. Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp 802 miliar.

2019
Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.

Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko


Simak Video "Video: Kejagung Ungkap Cara Jiwasraya Manipulasi Kerugian"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads