Ketua Hippindo Budihardjo Iduansjah menegaskan, pihaknya hanya ingin bertemu secara langsung dengan Anies untuk melaporkan dampak yang diderita pengusaha ketika banjir dan pascabanjir.
"Iya pertama saya mau meluruskan. Sebenarnya bukan menuntut. Kita cuma mau ketemu untuk melaporkan dampak banjir ke industri offline. Kita kan offline. Industri offline ini ada beberapa mal yang masih tutup. Sehingga kita minta kebijaksanaan dari Pak Gubernur," kata Budiharjo kepada detikcom, Minggu (12/1/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapannya supaya Pak Gubernur meringankan kami dengan beberapa Perda yang kami usulkan untuk direvisi bisa dipercepat. Karena hal-hal tersebut juga membuat kami kesulitan. Ini kan kami lagi susah semuanya. Ditagih-tagih yang enggak-enggak ya mending kita bicara," tegas pria yang akrab disapa Budi tersebut.
Ia membeberkan, ada dua regulasi di DKI yang dinilai memberatkan pengusaha, yakni Pergub Nomor 142 tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat dan Perda Pemprov DKI Jakarta nomor 12 tahun 2011 tentang Pajak Reklame.
"Contoh Perda kantong plastik yang diberlakukan bulan Juli. Lah orang abis kebanjiran gini, kami minta ditunda mungkin setahun. Karena kami butuh waktu. Lalu Perda reklame dalam ruangan. Masa kami meletakkan foto produk ayam goreng masa kena pajak. Hal-hal ini yang kami minta kebijaksanaan Bapak Gubernur," imbuh dia.
Meski hal-hal yang diminta pihaknya tak berkaitan dengan dampak banjir, menurut Budi keputusan Anies jika pro pengusaha dapat meringankan beban.
"Kami selaku asosiasi lebih mengutamakan solusi. Kalau hukum itu kan bukan dalam ranah kita. Ya kita berharap bersinergi dengan Pemda yang mana kita hidup bersama untuk menciptakan suasana yang maju," pungkasnya.
(zlf/zlf)