"Sudah jelas dipastikan terjadi ledakan prematur, yang harusnya terjadi di dalam 6.000, terjadi di 700 feet sehingga karena dekat permukaan merusak pipa bor juga merusak formasinya sehingga platform ikut miring," ujar Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Adhi Wibowo di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (14/1/2020).
Pihaknya juga masih mencari tahu penyebab terjadinya ledakan tersebut. Ia berharap kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Elpiji 3 Kg Bakal Dijual Sesuai Harga Pasar |
"Kami masih bekerja bersama-sama tim independen meneliti kenapa ini terjadi. Tugas kami mencari jangan sampai terulang lagi," katanya.
Sebagai informasi, kebocoran gas dan tumpahan minyak pertama kali terjadi pada 12 Juli 2019 ketika PHE melakukan well kick pada sumur (re-aktivitasi) YYA-1. Kemudian pada 14 Juli 2019, gelembung gas semakin besar disusul semburan minyak dari sumur tersebut. PHE memutuskan untuk menghentikan sementara kegiatan proyek di sekitar anjungan lepas pantai YYA Blok ONWJ.
PHE ONWJ juga menerapkan strategi proteksi berlapis untuk menahan tumpahan minyak Sumur YYA-1 di di Perairan Karawang, Jawa Barat, dengan tandon fluida yang ditempatkan di bawah anjungan YYA.
Metode tandon fluida tersebut dinilai berhasil menampung sekitar 5.000 liter minyak mentah per hari, di mana setelahnya minyak akan dipindahkan ke kapal penampung.
(ara/zlf)