Jakarta -
Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) berumur 100 hari. Banyak sudah kebijakan dan gebrakan yang diambil pemerintah lewat para menterinya.
Menteri BUMN Erick Thohir misalnya, salah satu gebrakannya ialah membongkar penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda mewah Brompton melalui pesawat baru PT Garuda Indonesia (Persero). Penyelundupan ini terjadi pada November 2019 lalu.
Berdasarkan catatan detikcom, pengungkapan penyelundupan Harley ini dilakukan Erick Thohir bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam konferensi pers bersama Desember 2019 lalu, Erick mengungkap Harley Davidson yang diselundupkan ialah milik AA yang tak lain Direktur Utama Garuda Ari Askhara. Pada kesempatan itu, Erick sekaligus mengumumkan pemecatan Ari.
"Dengan itu saya sebagai Kementerian BUMN akan memberhentikan saudara Direktur Utama Garuda dan tentu proses dari pada ini karena perusahaan publik pasti ada prosedurnya lagi," kata Erick di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2020).
Saat itu, Erick menyatakan akan menelusuri oknum-oknum yang terlibat. Belakangan, Erick juga memecat 4 direktur Garuda lain.
Selanjutnya, Erick pun menyampaikan kronologi pembelian Harley Davidson. Erick bilang, Ari memberikan instruksi untuk mencari Harley yang diketahui tahun 1970-an ini pada tahun 2018. Kemudian, pembelian dilakukan pada April 2019.
"Proses transfer dari Jakarta ke rekening pribadi finance manager dari Amsterdam. Saudara IJ membantu mengurus proses pengiriman dan lain-lain tapi akhirnya seperti hari ini. Ini yang sungguh menyedihkan ini proses secara menyeluruh dalam BUMN, bukan individu, menyeluruh," jelasnya.
Lalu, pesawat itu diangkut bersamaan dengan datangnya pesawat baru Garuda pada 17 November 2019
Bagaimana dengan Menteri Lain?
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo berencana menyetop larangan ekspor benih lobster. Sebelumnya di tahun 2016, Susi Pudjiastuti sebagai pendahulu Edhy mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Aturan tersebut melarang nelayan menangkap benih lobster, bahkan memperjual-belikannya. Lobster hanya boleh dikeluarkan dari perairan ketika sudah berukuran 200 gram.
Namun, kebijakan itu sedang dikaji ulang oleh Edhy. Menurutnya, ekspor benih lobster itu mata pencaharian para nelayan yang terenggut sejak 3 tahun lalu. Ia bertekad untuk memberi kesempatan bagi nelayan yang biasanya menangkap benih lobster untuk dijual dan diekspor.
"Bagaimana industri mereka? Dan ini sudah terjadi bertahun-tahun. Permen 56 itu tahun 2016. Sudah 3 tahun mereka terkatung-katung. Sekarang masih dibiarkan mereka mati," ujar Edhy kepada detikcom saat ditemui di kediamannya, Komplek Widya Chandra, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Permen 56 tahun 2016 itu dinilai Edhy tak berpihak pada nelayan. Pasalnya, banyak nelayan yang dipenjara karena ketahuan menangkap dan menyelundupkan benih lobster. Bahkan, menurut Edhy, ketika Permen 56 tahun 2016 itu ditetapkan, kasus penyelundupan benih lobster marak bermunculan.
"Dulu sebelum ada Permen ini kan nggak ada istilah penyelundupan-penyelundupan. Penjualan sebebas-bebasnya, di bandara, di pelabuhan. Kemudian ada pelarangan," terang Edhy.
Namun, hingga kini Edhy sendiri belum mengeluarkan keputusan apakah ekspor benih lobster benar-benar akan disetop atau tidak. Pihaknya masih melakukan kajian terhadap hal ini.
Bagaimana dengan Menteri ESDM?
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berencana memberi keleluasan investor untuk memilih skema cost recovery atau gross split pada investasi migas. Hal ini dilakukan karena skema gross split yang digagas di masa Ignasius Jonan belum cukup menarik investor.
"Di sektor migas, kita dulu memperkenalkan sistem production sharing cost recovery, kemudian beralih gross split ternyata skema gross split ini belum cukup untuk menarik investor," kata Arifin dalam acara Indonesia's New Landscape, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Dia mengatakan, gross split cenderung disukai oleh investor yang memanfaatkan sumur-sumur lama.
"Gross split lebih banyak disukai para investor untuk memanfaatkan sumur-sumur yang sudah dikerjakan sebelumnya, sedang discovery baru ingin mendapatkan security di eksplorasinya," ujar Arifin
Maka itu, dia bilang, ke depan sistem itu akan diubah lebih fleksibel. Nantinya, investor bisa memakai gross split maupun cost recovery.
"Ke depannya tetap fleksibel bisa memperkenalkan dua skema ini untuk bisa ditawarkan para calon investor kita. Tentu saja kita sedang meneliti, item-item cost recovery apa saja yang bisa kita sepakati bersama dan mana-mana yang memang kita hemat. Intinya arahnya ke arah total cost yang memberikan benefit kedua belah pihak," paparnya.