Jakarta -
Sejak awal Desember 2019, kisruh antara Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dengan mantan Direktur Utama (Dirut) Helmy Yahya tak kunjung usai. Meski telah dilakukan mediasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), serta rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi I DPR RI, Dewas tetap memecat Helmy Yahya pada 17 Januari 2020 lalu.
Kisruh itu berawal dari beredarnya surat penonaktifan Helmy sebagai Dirut TVRI pada 4 Desember 2019. Penonaktifan tersebut dituangkan dalam Surat Pemberitahuan Rencana Pemberhentian (SPRP) No. 241/DEWAS/TVRI/2019 per tanggal 4 Desember 2019.
Dalam SPRP itu, Dewas memberikan kesempatan untuk Helmy memberikan jawabannya atau pembelaannya selama 1 bulan ke depan, tepatnya hingga 4 Januari 2019. Menurut Anggota Dewas TVRI Maryuni Kabul Budiono, langkah Dewas itu sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2005.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami menunggu jawabannya. Dia mengirim jawaban. Lalu kan di dalam PP itu, ketika kita memberikan SPRP, direksi harus menjawab 1 bulan," tutur Anggota Dewas TVRI Maryuni Kabul Budiono ketika ditemui detikcom di kawasan Kuningan, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Pada 5 Desember 2019, Helmy menyatakan penolakannya. Ia tak terima diberhentikan dari jabatan Dirut TVRI. dirinya mengklaim bahwa dia masih menjadi Direktur Utama TVRI secara sah. Helmy menilai bahwa keputusan Dewas tidak sah. Bahkan jajaran direksinya pun masih solid dan mendukung dirinya tetap jadi memimpin TVRI.
"Iya benar (ada pemberhentian). Tapi saya tetap dirut TVRI secara sah, dan didukung semua direktur. Save TVRI!" ujar Helmy kepada detikcom, Kamis (5/12) lalu.
Pada 18 Desember 2019, Dewas TVRI sudah menerima surat jawaban Helmy Yahya atas semua tudingan yang dijatuhkan padanya.
"Dewan Pengawas sudah menerima dokumen hak jawab dari Helmy Yahya pada Rabu siang yang lalu. Kami perlu waktu untuk mempelajari dokumen tersebut," kata Ketua Dewas Arief Hidayat Thamrin kepada detikcom, (23/1/2019).
Namun, tak berselang lama, Dewas mengeluarkan surat keputusan (SK) Dewas LPP TVRI Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penetapan Non Aktif Sementara. Dalam surat itu, Dewas menunjuk Direktur Teknik Supriyono sebagai Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama, menggantikan Helmy.
Semakin panas, pada 17 Januari 2020, Helmy Yahya resmi diberhentikan dari jabatan Direktur utama TVRI oleh Dewas. Pemecatan ini pun menimbulkan konflik internal. Pegawai TVRI menyatakan penolakan keras atas keputusan Dewas.
Bahkan, ruangan Dewas TVRI disegel karyawan. Penyegelan ruang Dewas TVRI merupakan aksi spontan pegawai. Penyegelan terjadi di saat petinggi TVRI menggelar rapat di ruangan terpisah.
"Semalam saya dapat kabar karyawan TVRI malah ikut menyegel ruang Dewan Pengawas. Ini menunjukkan adanya perluasan konflik," kata nggota Komisi I DPR Farhan selaku mitra kerja TVRI kepada wartawan, Jumat (17/1/2020).
Beberapa alasan Dewas memecat Helmy yaitu, penayangan Liga Inggris di TVRI karena dinilai pemborosan anggaran dan menyalahi administrasi. Lalu, Dewas menilai ada ketidaksesuaian antara pelaksanaan rebranding TVRI dengan RKA tahunan LPP TVRI 2019 yang ditetapkan Dewan Pengawas. Dewas juga menyoroti mutasi pejabat struktural yang tidak sesuai norma standar, prosedur dan kriteria manajemen ASN.
Dewas juga menilai Helmy melanggar beberapa Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) cfm UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Komisi I DPR RI pun memanggil Dewas atas keputusan memecat Helmy. Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mengatakan pemecatan Dirut atau direksi TVRI harus melalui proses yang benar. Effendi menuturkan, DPR dapat memecat Dewas TVRI jika pemecatan Helmy Yahya tidak sesuai prosedur.
"Konsekuensinya kalau tidak benar, maka Dewas kita pecat, Pak. Loh iya, Pak, kita bisa memecat Dewas Pak, membekukan Dewas bisa, ini kalau...," kata Effendi dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I dengan Dewas TVRI di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1/2020).
Meski masih dalam proses audiensi antara Helmy Yahya dengan Dewas oleh DPR RI, serta tengah berlangsungnya proses audit LPP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dewas TVRI membuka pendaftaran seleksi calon Dirut TVRI pada 3 Februari 2020. Panitia pemilihan pengganti Helmy Yahya sudah dibentuk.
Hal ini diketahui dari surat Nota Dinas Nomor: 02/ND/I.1/TVRI/2020, dari Plt Dirut TVRI Surpiyono, bertanggal 30 Januari 2020. Surat ini memuat pemberitahuan 'Panitia Pemilihan Anggota Dewan Direksi LPP TVRI.
Susunan Panitia Pemilihan Anggota Dewan Direksi LPP TVRI itu berisi posisi Pengarah, Penanggung Jawab, Ketua, Sekretaris, dan Anggota. Posisi Pengarah Panitia ditempati oleh Dewas TVRI, Penanggung Jawabnya adalah Plt Dirut TVRI, Ketuanya adalah Ali Qausen, Sekretarisnya adalah Sudarmoko, dan ada 9 anggota.
Pada tanggal 12 Februari 2020, pendaftaran seleksi Dirut TVRI ditutup. Saat ini, ada 30 pelamar yang mengincar jabatan Helmy Yahya.
Ada beberapa nama yang familiar di daftar pelamar tersebut, misalnya Aktor Gusti Randa, Sutradara Iman Brotoseno, hingga Dirut Metro TV Suryopratomo.