Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan dinyatakan sebagai negara maju dalam perdagangan internasional. Namun menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto, Indonesia belum siap 'naik level' jadi negara maju.
Itu bisa dilihat dalam dua hal. Pertama, kata Eko, 70% produk yang diekspor Indonesia masih berupa komoditas. Sementara yang non komoditas pun masih ketinggalan dalam penggunaan teknologinya.
"Secara umum sih sebetulnya kita memang belum pantas dikatakan sebagai negara yang perdagangannya sudah cukup maju, karena porsi dominannya di komoditas, pun yang sudah tidak komoditas masih menggunakan teknologi rendah dalam proses produksinya," kata dia kepada detikcom, Senin (24/2/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau dianalisa secara industri, misalnya ada produk berteknologi rendah, sedang dan tinggi, kita juga sebagian besar masih produk berteknologi rendah yang kita jual gitu. Jadi dalam proses pengolahannya itu masih menggunakan industri berteknologi rendah," jelasnya.
Di tingkat pendapatan masyarakatnya pun, Indonesia masih jauh dari gambaran negara maju.
"Dan kalau kita lihat di ukuran yang lain, misalnya dalam klasifikasi masyarakatnya sendiri juga kelas menengahnya masih banyak yang penghasilannya rendah. Kita kan mau keluar dari middle income (negara berpenghasilan menengah) ya, itu pun masih jauh," lanjutnya.
Namun dilihat dari produk domestik bruto (PDB) per kapita, Indonesia sudah cukup tinggi. Bisa saja hal itu membuat negara lain menilai Indonesia sudah maju di bidang perdagangan internasionalnya.
Konsekuensinya, AS akan mencabut fasilitas Generalize System Of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke AS yang selama ini diberikan untuk negara berkembang.
"Tapi memang dalam beberapa hal karena melihat PDBnya cukup besar dan ini juga dibangga-banggakan pemerintah, peringkat 7 dunia. Akhirnya negara lain juga melihat bahwa 'oh iya kayaknya ini sudah tidak saatnya lagi memberikan bantuan ataupun keringanan dalam konteks perdagangan'," tambahnya.
(toy/eds)