Usai pertemuan, Budi Karya mengatakan bahwa larangan penggunaan truk obesitas akan dimundurkan ke tahun 2023. Tepatnya pada 1 Januari 2023, yang tadinya akan dilakukan pada 2022.
"Kita mencari suatu jalan solusi untuk ODOL, oleh karenanya kita memberikan toleransi sampai 2023," kata Budi Karya di kantor Kementerian PUPR, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2020).
"Jadi diundurnya itu akhir 2022, 1 Januari 2023 sudah mulai dilarang total," kata Basuki menambahkan.
Budi Karya mengatakan bahwa keadaan ekonomi yang dibayangi resesi dan juga terdampak virus corona menjadi alasan mundurnya kebijakan larangan ODOL. Sehingga industri harus menyiapkan diri lebih lama.
Meski begitu, Budi Karya menegaskan bahwa larangan ODOL tetap harus ditegakkan.
"Kita tahu kita sedang menghadapi masalah resesi dengan adanya Corona dan sebagainya. Tapi di sisi lain kita memang punya keinginan, kesepakatan bahwa harus ditegakkannya kesepakatan pelarangan ODOL," ungkap Budi Karya.
Keputusan ini pun menurut Menperin Agus Gumiwang dinilai sudah disetujui oleh semua pihak, baik asosiasi penyedia truk maupun asosiasi pelaku industri.
"Mereka semua mendukung," katanya.
Sebelumnya, masalah pelarangan truk obesitas sendiri sempat menjadi polemik. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) saling silang pendapat.
Kemenperin minta keringanan waktu pelarangan yang mau dilakukan Kemenhub secara total pada 2020 pada awalnya. Alasannya, banyak pelaku industri belum siap apabila ODOL dilarang karena akan menambah biaya operasi.
Akhirnya kedua belah pihak setuju untuk mengundur waktu pelarangan secara total pada 2022. Namun kini, waktu pelarangan kembali diundur ke 2023 dengan alasan yang sama.
Sementara itu, dari data Kementerian PUPR kendaraan obesitas sendiri bisa menimbulkan kerugian materi yang disebabkan oleh pengoperasian truk ODOL mencapai Rp 43 triliun.
Baca juga: Truk Kelebihan Muatan Kuras Duit Rakyat |
(ang/ang)