Ekonom Centre of Reforms on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah khawatir Omnibus Law setelah nanti disahkan malah akan berakhir seperti Revisi Undang-Undang KPK yang justru ditolak oleh banyak pihak serta menjadi polemik berkepanjangan. Lantaran, penyusunan aturan ini terkesan terburu-buru dan kurang melibatkan banyak pihak.
"Ini mengingatkan kita seperti Revisi UU KPK, sangat lancar di DPR, tetapi kemudian menimbulkan gejolak di luar DPR. Saya khawatirkan Omnibus Law bisa seperti itu, karena apa, karena omnibus law ini kelemahan utamanya adalah tidak dikomunikasikan secara intensif sejak awal dan ingin cepat," tutur Piter kepada detikcom, Senin (24/2/2020).
Pemerintah dianggap terlalu percaya diri aturan ini dapat disahkan secara mulus di DPR RI. Sebagaimana diketahui, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memang telah menargetkan aturan ini harus selesai dalam 100 hari setelah sampai di parlemen. Akan tetapi, target itu malah tampak abai pada efek samping setelahnya, terutama bagaimana penerimaannya kelak di masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya paham, alasannya kenapa, karena memang pemerintah ingin cepat, pengen cepet ini lah jadi kelemahan Omnibus Law, begitu besar yang diharapkan dari Omnibus Law sekaligus ingin cepat selesai juga, itu akhirnya membuat aturan ini menjadi terlalu berat bebannya, dan pembuatannya, penyusunannya karena buru-buru dan dimasukkan semua, akhirnya banyak sekali poin-poin di dalam omnibus law itu yang menjadi rawan untuk dikritisi," paparnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi. Fithra mengimbau agar penyusunan Omnibus Law dapat dibuat setransparan mungkin dan dikupas mendalam pasal per pasal untuk menghindari aturan yang bertumpuk-tumpuk.
"Memang harus lebih banyak diskusi dan dibuat lebih transparan, agar tidak menjadi regulasi, bertumpuk-tumpuk aturannya, sehingga membingungkan," ujar Fithra.
Untuk itu, ia mewanti-wanti pemerintah agar tak terburu-buru mengesahkan aturan tersebut.
"Jadi PR nya itu, bagaimana kemudian, supaya ini tidak terjadi, maka pemerintah jangan sampai terburu-buru, sehingga kemudian membuat kualitas dari omnibus law ini menjadi jelek," tutupnya.
(fdl/fdl)