Draf RUU Cipta Kerja sudah diserahkan pemerintah ke DPR RI untuk kemudian dibahas bersama. Sejak penyusunannya draf itu terus menerus menuai polemik.
Kalangan yang paling lantang menolak RUU Cipta Kerja adalah buruh dan pekerja. Mereka mempersoalkan sejumlah pasal yang dianggap tak berpihak kepada mereka.
Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziah menegaskan penyusunan draf RUU sejak awal telah melibatkan para pihak terkait, seperti kalangan serikat buruh, pengusaha, dan akademisi pada November - Desember lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Ida mengaku siap untuk mendiskusikannya kembali jika ada pihak yang merasa keberatan. Hal-hal yang dianggap menjadi persoalan akan diinventarisasi seperti upah minimum, besaran pesangon, waktu kerja, dan seterusnya.
"Saya tidak tahu apakah ini tidak dianggap sebagai keterbukaan? Kami ada notulensinya kok. Kalau sekarang teman-teman itu pada ribut, ya ini dinamika demokrasi saja," kata Ida yang juga politisi PKB itu kepada tim Blak-blakan detikcom, Jumat (21/02/2020).
Ida antara lain menjelaskan soal jam kerja yang dikeluhkan seolah akan mengeksploitasi para pekerja. Kalau ada pasal yang mengatur soal masa kerja 4 jam perlu diberi istirahat 30 menit, tak lain untuk mengakomodasi jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan waktu 8 jam per hari.
"Jadi ini justru untuk melindungi mereka yang ingin bekerja secara fleksibel dengan tetap mendapatkan hak-haknya," ujar Ida.
Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
[Gambas:Video 20detik]