Mau Serius Setop Truk Obesitas, Menhub Perlu Lakukan 2 Hal Ini

Mau Serius Setop Truk Obesitas, Menhub Perlu Lakukan 2 Hal Ini

Soraya Novika - detikFinance
Senin, 24 Feb 2020 19:10 WIB
truk overload
Foto: Tim Infografis, Luthfy Syahban
Jakarta -

Wakil Ketua Aptrindo Kyatmaja Lukman mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah yang menunda penerapan larangan terkait penggunaan kendaraan truk obesitas alias over load over dimension (ODOL) ke 2023. Menurutnya, penundaan aturan itu berisiko menimbulkan ketidakpastian usaha bagi pelaku usaha komoditas barang dan perusahaan angkutan.

"Ya kami kecewa juga. Sebab Hal ini tentunya menimbulkan ketidakpastian berusaha ya," ujar Kyatmaja kepada detikcom, Senin (24/2/2020).

Kebijakan tarik-ulur yang terjadi seperti saat ini, menurutnya benar-benar memukul perusahaan angkutan. Sebab, bagi perusahaan angkutan yang sudah mengikuti persyaratan kapasitas angkut sebagaimana ditetapkan sebelumnya, terpaksa kembali merubah kendaraannya demi bertahan dalam persaingan usaha.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kasian temen-temen yang sekarang sudah motongin kendaraannya, untuk ngikutin regulasi yang disyaratkan pemerintah, tapi sekarang boleh lagi, akhirnya mereka manjangin lagi kan (kapasitas kendaraannya), karena kalau mereka tidak melakukan itu mereka tidak bisa bersaing. Kalau terjadi tarik ulur terus begini yang jadi korban itu kami perusahaan angkutan," paparnya.

Untuk itu, ia berharap untuk penerapan aturan kali ini menjadi keputusan final. Sekaligus, mengimbau pemerintah agar memberi peta jalan pelaksanaan aturan secara jelas dan tegas kepada seluruh pelaku usaha komoditas barang dan perusahaan angkutan.

ADVERTISEMENT

"Gini kan artinya sekarang kembali diberikan kelonggaran selama 3 tahun, artinya setelah 3 tahun itu tidak boleh melanggar, bukan berarti boleh melanggar selama 3 tahun, terus habis itu nanti baru siap-siap pas mau 2023, harusnya siap-siap dari sekarang bukan mendekati tahun 2023 saja. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh pemilik barang itu, ya dibuat kesepakatannya bersamaan dengan 3 Kementerian tadi, roadmap itu harus jelas," katanya.

"Kalau itu tidak dilakukan, yang ada akan balik lagi begini, dimundurkan lagi, diberi dispensasi lagi, semakin mundur terus , kepastian hukum untuk ODOL ini makin tidak jelas. Kita di sisi pengangkutan ini yang terombang-ambing," pungkasnya.

Menurut Kyatmaja, tanpa dimundurkan pun, Indonesia bisa siap tanpa truk obesitas. Syaratnya, pemerintah wajib tegas dan jelas terkait larangan tersebut.

"Jadi pada dasarnya begini, roadmap itu harus jelas, jangan nanti selesai 2023, mereka (pelaku usaha komoditas barang dan perusahaan angkutan) melapor lagi ke Kementerian lain dan mengaku belum siap. Kalau itu terjadi nanti mundur lagi. Nah, semakin mundur terus, kepastian hukum untuk ODOL ini makin tidak jelas. Kita di sisi pengangkutan ini yang terombang-ambing," ujarnya.

Selain itu, bekal lain yang perlu diberikan pemerintah bagi para pengusaha angkutan adalah insentif peremajaan truk. Sebab, menurutnya mayoritas truk yang ada di dalam negeri adalah truk-truk tua di atas 10 tahun yang juga kebanyakannya berkapasitas berlebih.

"Pemerintah perlu memberikan program peremajaan truk. Karena truk kita ini termasuk tua, yang di atas 10 tahun itu sudah lebih dari 50%, nah dari dulu, kita sudah sering mengajukan insentif untuk peremajaan itu. Tapi hal ini belum mendapat sambutan positif dari kementerian keuangan. Padahal program peremajaan ini akan membantu mengurangi truk-truk tidak legal dan ODOL," paparnya

Selain itu, pemerintah diminta untuk segera menerbitkan aturan scrapping atau aturan pemusnahan kendaraan tua.

"Kalau masalah peremajaan kendaraan sebenarnya bisa cepat, yang penting ada aturan scrapping, aturan soal scrapping itu sampai sekarang belum terbit. Artinya pemerintah mesti mulai menerbitkan kebijakan scrapping itu," pungkasnya.


Hide Ads