Heboh! AS Ganti Status Indonesia Jadi Negara Maju

Heboh! AS Ganti Status Indonesia Jadi Negara Maju

Trio Hamdani - detikFinance
Senin, 24 Feb 2020 20:00 WIB
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal-I 2018 tumbuh 5,2%. Pertumbuhan itu didukung dengan capaian penerimaan pajak maupun nonpajak.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang dan dinyatakan sebagai negara maju dalam perdagangan internasional. Selain Indonesia, ada China, Brasil, India, dan Afrika Selatan yang 'naik level' jadi negara maju.

Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Internasional (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani mengatakan hal ini bisa membuat Indonesia kehilangan fasilitas Generalize System of Preference (GSP) atau keringanan bea masuk impor barang ke Amerika Serikat (AS).

"Kalau berdasarkan aturan seharusnya negara maju nggak bisa dapat GSP," katanya kepada detikcom, Minggu (23/2/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan fasilitas GSP hanya diberikan untuk negara-negara kurang berkembang (LDCs) dan negara berkembang.

Terlepas dari dicoretnya Indonesia dari negara berkembang, saat ini AS sedang mereview fasilitas GSP untuk Indonesia. Harapannya negara tersebut akan kembali memberikan keringanan bea masuk impor tersebut. GSP adalah sebuah sistem tarif preferensial yang membolehkan satu negara secara resmi memberikan pengecualian terhadap aturan umum Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

ADVERTISEMENT

"Kalau misalnya jadi negara maju kan nanti impact-nya itu kan bisa ke GSP. Saat ini kan Indonesia sedang di-reviewGSPnya. Dan itu kelihatannya ya semoga bisa lancar ya. Jadi bisa GSP-nya nggak dicabut," tambahnya.

Namun belakangan, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinasi Perekonomian, Rizal Affandi Lukman mengatakan kondisi tersebut tak ada hubungannya dengan GSP. Menurutnya kedua hal itu persoalan yang berbeda.

"Dampaknya adalah bahwa itu tidak ada hubungannya dengan GSP. Dua hal yang terpisah. Saya dapat konfirmasi dari USTR seperti itu. Jadi nggak usah terlalu khawatir dengan berita bahwa itu GSP kita akan stop, nggak," kata Rizal di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2020).

Rizal menjelaskan, sampai saat ini pembahasan soal GSP masih positif. Dikatakan Rizal, pihak USTR akan mendatangi Indonesia pada 8 Maret 2020 mendatang untuk membahas soal keberlanjutan GSP.

Meskipun tak ada hubungannya dengan GSP, Rizal mengatakan status Indonesia sebagai negara maju bisa berpengaruh kepada tambahan bea masuk yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara untuk eksportir (Countervailing Duties/CVDs).

"Itu yang diumumkan adalah kaitannya dengan Countervailing Duties. Artinya itu kebijakan Amerika apakah akan memberikan Countervailing Duties nggak terhadap beberapa negara, jadi bukan dengan GSP," sebutnya.

Untuk itu, Rizal mengatakan pemerintah akan menerapkan sistem kehati-hatian untuk memberikan subsidi terhadap eksportir maupun pelaku industri.




(toy/eds)

Hide Ads